Senin, 08 Juli 2013

Fatsal 7 Ladang Pembantaian



Fatsal 7 Ladang Pembantaian

            Namun, di tempat lain di sebuah kota yang sudah porak poranda, tinggal puing reruntuhan dinding bertebaran di mana-mana disengat terik matahari yang sangat panas menambah kegersangan sejauh mata memandang. Sebagian besar bangunan telah tak berbentuk lagi layaknya rumah tempat tinggal, toko-toko, taman asri atau pusat keramaian kota, kecuali hanya dinding-dindingnya kini dipenuhi lubang-lubang amat berantakan hampir rata dengan lantai di bawahnya, kosong dan sepi, menambah kesunyian pemukiman yang dahulunya nampak bekas-bekas kehidupan yang sibuk dan ramai. Jalan-jalan yang melintasi rumah-rumah pun telah dipenuhi oleh ceceran darah di atas puing-puing bebatuan, tiang-tiang dan atap bangunan berserakan di mana-mana menjadikan miris siapa pun yang melaluinya. Garis dan galur masih tersisa bekas seretan mayat manusia korban pembunuhan masal di sini. Pepohonan di trotoar dan di sisi atau depan rumah telah meranggas bekas terkena mesiu senjata senapan, dinamit, bom atau rudal yang sangat dahsyat mematikan. Tak ada selembar dahan, ranting dan dedaunan tersisa, seluruhnya kering tak menunjukkan sedikit pun kehidupan di sana. Wilayah ini kini sudah tak layak disebut sebuah kota kehidupan lagi, karena tak ada tempat lagi sebagai perlindungan. Nun di ujung kota, akhir sebuah jalan protokol ini terlihat sebuah gundukan arang hitam pekat yang telah membatu yang masih mengeluarkan kepulan asap hitam dan putih dari kejauhan terlihat membumbung naik tinggi ke atas diterpa angin memecah ke berbagai penjuru kota mati ini. Angin yang menerpanya mengirimkan bau aroma sangat menyengat, daging panggang tumpukan manusia yang telah dibantai. Sisa kekejaman ini masih terlihat sisa-sia tulang-belulang telah hangus terbakar pada lubang tumpukan itu. Semburan darah segar masih berceceran kian ke mari, menggumpal pada bebatuan dan pasir pada sisi-sisi galur penyeretan mayat dan pinggiran lubang yang nampak jelas kasarnya penyiksaan dan pembantaian tersebut. Bau menyengat darah dan daging manusia yang terbantai lebih menusuk hidung siapa pun orang yang mendekat di sekitarnya.
            “Letnan Drago, kita akan berhenti untuk memeriksa lubang pembakaran tubuh-tubuh orang itu sebentar. Ganti modus tank ke posisi Tampak Tiga!” Perintah seorang tentara berwajah sadis kepada tentara lain yang panggil Letnan Drago.
            “Siap, Komandan! Tank ganti Modus Tampak Tiga!” Jawab si letnan yang saat itu duduk di depan sebagai pengemudi tank mematuhi perintah dari atasannya.
            Tidak beberapa lama kemudian tampaklah sebuah kendaraan coklat tua bergaris merah vertikal dan horisontal yang layaknya mirip seperti sebuah kendaraan tank perang amfibi. Kendaraan ini dilengkapi dengan celah pintu kecil seukuran tubuh manusia di atas dan samping kanan-kirinya, dua buah meriam di sisi kanan dan kiri dan satu buah meriam lebih panjang di tengah yang menjulur ke depan.
            “Telusuri kembali apakah ada yang tidak beres di sana!” Sembari mengarahkan wajahnya ke arah luar kaca depan kendaraan komandan memberi komando.
            “Siap laksanakan, Komandan!” Sahut Letnan Drago lagi dengan penuh kepatuhan.
            “Letnan Bondi, pantau ke angkasa jika ada pengintai hancurkan!” Kali ini sang jenderal memerintahkan tentara yang duduk di depan sebelah kanannya.
            “Siap laksanakan, Komandan!” Sahut seorang tentara lain yang dipanggil Letnan Bondi dengan kepatuhan.
            “Letnan Droka, awasi setiap pergerakan bawah tanah jika ada pengintai, juga hancurkan!” Kembali dengan tegas jenderal itu menginstruksikan yang duduk di kiri depan.
            “Siap laksanakan, Komandan!” Dengan kepatuhan si letnan menjawabnya.
            Sang komandan yang berpangkat jenderal mengawasi gerak anak-anak buahnya yang berwajah bengis mengamati zona sekitar. Dilihat dari seragamnya saja sudah sangat menakutkan bagi siapa pun yang berpapasan dengan mereka. Seluruh pakaiannya dilengkapi dengan cagak-cagak berduri mengandung bisa mematikan di sekujur tubuh mulai dari kepala hingga kedua tangan dan kakinya. Mereka berjalan dengan membawa alat sensor otomatis sesuai perintah pimpinannya.
            Setelah ketiganya yakin tidak ada tanda-tanda mencurigakan, lalu mereka saling bertatapan, dan memberi sinyal dan mengangguk. Dipimpin Letnan Drago mereka berjalan tegap membentuk derap segitiga kembali ke kendaraan di mana sang komandan masih menunggu dengan sabar.
            “Lapor, Komandan! Negatif dari semua tanda mencurigakan di sekitar sini!” Lapor Letnan Drago setelah tiba di pintu kendaraan yang tetap terbuka sejak tadi kepada Jenderal Tansulbahsa.
            “Baik. Mari kita kembali ke Markas Istana Kerajaan Tucapenbath,” tegas si jenderal memerintahkan mereka masuk dan menyelesaikan tugas hari ini.
            Langit sedang begitu terik sinarnya di wilayah Kerajaan Tucapenbath. Terpaan angin cukup kencang menimbulkan deru mendendangkan lagu kematian bagi penyusup yang menyamar di pemukiman kota itu. Negeri ini memang dikenal kesadisan dan kekejaman bala tentaranya yang dipimpin Jenderal Tansulbahsa. Bagi siapa saja yang diketahui membangkang dan melawan tirani kerajaan ini, maka sang jenderal akan membantainya tanpa ampun sesuai titah Raja Ansiabia Kejnat.
             Dalam kepemimpinan sang raja, negeri ini tak pernah lengang dari ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran rakyatnya. Hukum dan keadilan harus secara mutlak diaturtetapkan dan diterapkan bagi kepentingan dinasti kerajaan. Siapa pun yang kedapatan membantah atau melanggarnya, maka akan disikat habis dan dipertontonkan di balai sidang komunitas sentral publik serta dipancarkan ke seluruh penjuru negeri itu.
            “Sebagai pimpinan mutlak dan raja kalian di negeri yang sangat luas ini, aku tegaskan kembali kepada kalian agar mematuhi semua perundang-undangan dan peraturan yang telah kutetapkan dan jangan coba-coba melanggarnya….. Hukuman yang sangat berat dan pedih akan kalian derita tanpa pengampunan sedikit pun dariku. Karena gerak-gerik kalian tak akan ada yang bisa luput dari pengawasan aku dan pasukanku!” Deklarasi raja suatu kali yang ditayangkan secara langsung ke penjuru negeri dan dipancarkan secara berkala dalam seminggu.
            Dengan demikian seluruh rakyat kerajaan menjadi gentar dan ciut hatinya dan tak akan berani kembali menentang apalagi melawan secara terang-terangan. Bila ada yang ketahuan melakukan pembelotan atau perlawanan, maka mereka berikut seluruh keluarganya akan dibasmi secara sadis dan kejam. Dan hal itu memang dibuktikan dengan pembunuhan dan pembasmian masal baru-baru ini di salah satu distrik negeri itu. Inilah yang membuat rakyat kecil semakin merasa ketakutan dan tak berdaya.
            “Namun……barangsiapa berjasa kepadaku nanti dalam peperangan besar kita ke Kerajaan Gemrilozie, maka akan aku anugerahkan hadiah-hadiah yang besar dan banyak,” lanjut sang raja lalim itu mempromosikan dan menjanjikan rakyatnya yang berpartisipasi menjadi sukarelawan.
Raja ini telah lama merencanakan dan menyusun kekuatan dalam penyerbuan dan pencaplokan wilayah kerajaan tetangga mereka tersebut. Namun, maklumat raja bukan berarti berita menyenangkankan bagi rakyatnya sendiri, tapi hanya sekedar bualan dan janji manis belaka. Karena seluruh rakyat tahu bahwa siapa pun yang berjasa sekalipun, kehidupan mereka tidak akan jauh lebih baik dari sebelumnya! Dan itu sudah sering terjadi seperti pada peperangan-peperangan terdahulu. Meskipun terjadi kebencian rakyat terhadap raja dan kerajaan mereka tidak akan berani melawan lagi, karena sudah jelas bagi mereka bukti yang mereka saksikan nasib saudara-saudaranya yang bergelimpangan melawan tirani itu.
Hingga kini salah satu warga berbisik sendiri sekali pun, maka akan begitu mudahnya pihak kerajaan mendeteksi dengan sistem sensor berteknologi tinggi. Bahkan teknologi puncak di abad negeri itu yang sangat ditakuti rakyatnya adalah kekuatan sang raja yang hanya menjentikkan ibu jari dan jari tengah kanannya dengan kode suara tertentu sudah akan memluluhlantakkan berbagai kawasan yang dikehendakinya. Ini merupakan sebuah teknologi mutakhir yang dimiliki kerajaan ini. Sehingga kerajaan-kerajaan lain di belahan wilayah lain pun sangat mengkhawatirkan kedigdayaan perkembangan teknologi mereka yang mampu membunuh masal tanpa sisa sedikit pun. Dampak positifnya setiap kerajaan merasa tertantang saling berlomba meningkatkan kemutakhiran masing-masing. Di antara sekian banyak kerajaan di seluruh kawasan, kerajaan ini merupakan kerajaan yang berpredikat paling ditakuti karena kekejaman, kelaliman, kebengisan dan kezaliman yang nyata baik raja maupun pasukan tentara masalnya.
Sampai saat ini telah banyak kerajaan kecil telah dicaplok dan dirampasnya, misalkan sebut saja beberapa di antaranya adalah Kerajaan Solmeah Raya, Kerajaan Owprahkorcha, Kerajaan Zolamandara, Kerajaan Cakrimarangi atau Kerajaan Gromlan Kotche. Mereka merupakan kerajaan yang telah ditaklukkan, dirampas atau dibumihanguskan. Kekejaman dan keberingasan raja terlihat terhadap seluruh tawanan yang dijadikan pekerja paksa tanpa makan atau minum atau langsung dibunuh dengan kejam jika melawan.
Bagi rakyat, titah raja ini merupakan hukum dan perundang-undangan tertinggi yang terpaksa harus dijunjung tinggi oleh seluruh pasukan bala tentara maupun rakyatnya tanpa kecuali.
“Kalian sudah membuktikan dengan mata-kepala kalian sendiri terhadap seluruh kerajaan yang telah kutaklukkan, membantah berarti maut!”
Begitulah teror sang raja mengancam rakyatnya melalui pancaran langsung melalui saluran yang wajib ditonton.
“Ini tidak saja berlaku bagi seluruh tawanan perang kita, bahkan kalian sebagai rakyatku pun akan mengalami nasib serupa, bila ingin mencoba-coba berbuat makar atau memberontak!” Tegasnya kembali.
“Pada saatnya nanti aku akan perkenalkan kepada kalian hasil ciptaan kerajaan kita…..yaitu tiga tokoh serangkai yang menjadi pengintai dan penjagal terkuat di seluruh kawasan! Mereka memiliki kekuatan dan ketahanan luar biasa di zaman ini. Aku percaya mereka yang terbaik yang pernah ada dan tak akan terkalahkan. Percayalah itu!” Akui raja lalim dengan wajah menyeringai penuh keangkuhan dan kesombongannya.
Mendengar pengumuman dan pernyataan rajanya, maka rakyat semakin tak berdaya dan putus asa, bahkan seandainya mereka diminta paksa berharap hari esok berganti cerah pun tak akan ada yang sanggup melakukannya. Hal itu dialami langsung oleh rakyat dari berbagai lapisan, kalangan dan strata kehidupan. Mereka hanya menjalankan hidup dengan belajar atau bekerja demi kepentingan kerajaan semata. Sementara segala hasil ilmu pengetahuan dan teknologi dan produktifitasnya akan diambilalih demi kepentingan pihak kerajaan.
            Rakyat ini benar-benar hidup terjebak pekat kegelapan dalam kebenderangan di siang hari.

Prolog Daftar Isi Fatsal 1 Fatsal 2 Fatsal 3 Fatsal 4 Fatsal 5 Fatsal 6
Fatsal 7 Fatsal 8 Fatsal 9 Fatsal 10 Fatsal 11 Fatsal 12 Fatsal 13 Fatsal 14
Fatsal 15 Fatsal 16 Fatsal 17 Fatsal 18 Fatsal 19 Fatsal 20 Fatsal 21 Fatsal 22
Fatsal 23

0 komentar :

Posting Komentar