Fatsal 7 Ladang Pembantaian
Namun, di tempat lain di sebuah kota
yang sudah porak poranda, tinggal puing reruntuhan dinding bertebaran di
mana-mana disengat terik matahari yang sangat panas menambah kegersangan sejauh
mata memandang. Sebagian besar bangunan telah tak berbentuk lagi layaknya rumah
tempat tinggal, toko-toko, taman asri atau pusat keramaian kota, kecuali hanya
dinding-dindingnya kini dipenuhi lubang-lubang amat berantakan hampir rata
dengan lantai di bawahnya, kosong dan sepi, menambah kesunyian pemukiman yang
dahulunya nampak bekas-bekas kehidupan yang sibuk dan ramai. Jalan-jalan yang
melintasi rumah-rumah pun telah dipenuhi oleh ceceran darah di atas puing-puing
bebatuan, tiang-tiang dan atap bangunan berserakan di mana-mana menjadikan
miris siapa pun yang melaluinya. Garis dan galur masih tersisa bekas seretan
mayat manusia korban pembunuhan masal di sini. Pepohonan di trotoar dan di sisi
atau depan rumah telah meranggas bekas terkena mesiu senjata senapan, dinamit,
bom atau rudal yang sangat dahsyat mematikan. Tak ada selembar dahan, ranting
dan dedaunan tersisa, seluruhnya kering tak menunjukkan sedikit pun kehidupan
di sana. Wilayah ini kini sudah tak layak disebut sebuah kota kehidupan lagi,
karena tak ada tempat lagi sebagai perlindungan. Nun di ujung kota, akhir
sebuah jalan protokol ini terlihat sebuah gundukan arang hitam pekat yang telah
membatu yang masih mengeluarkan kepulan asap hitam dan putih dari kejauhan
terlihat membumbung naik tinggi ke atas diterpa angin memecah ke berbagai
penjuru kota mati ini. Angin yang menerpanya mengirimkan bau aroma sangat
menyengat, daging panggang tumpukan manusia yang telah dibantai. Sisa kekejaman
ini masih terlihat sisa-sia tulang-belulang telah hangus terbakar pada lubang
tumpukan itu. Semburan darah segar masih berceceran kian ke mari, menggumpal
pada bebatuan dan pasir pada sisi-sisi galur penyeretan mayat dan pinggiran
lubang yang nampak jelas kasarnya penyiksaan dan pembantaian tersebut. Bau
menyengat darah dan daging manusia yang terbantai lebih menusuk hidung siapa pun
orang yang mendekat di sekitarnya.
“Letnan Drago, kita akan berhenti
untuk memeriksa lubang pembakaran tubuh-tubuh orang itu sebentar. Ganti modus
tank ke posisi Tampak Tiga!” Perintah seorang tentara berwajah sadis kepada
tentara lain yang panggil Letnan Drago.
“Siap, Komandan! Tank ganti Modus
Tampak Tiga!” Jawab si letnan yang saat itu duduk di depan sebagai pengemudi
tank mematuhi perintah dari atasannya.
Tidak beberapa lama kemudian
tampaklah sebuah kendaraan coklat tua bergaris merah vertikal dan horisontal
yang layaknya mirip seperti sebuah kendaraan tank perang amfibi. Kendaraan ini dilengkapi
dengan celah pintu kecil seukuran tubuh manusia di atas dan samping kanan-kirinya,
dua buah meriam di sisi kanan dan kiri dan satu buah meriam lebih panjang di
tengah yang menjulur ke depan.
“Telusuri kembali apakah ada yang
tidak beres di sana!” Sembari mengarahkan wajahnya ke arah luar kaca depan
kendaraan komandan memberi komando.
“Siap laksanakan, Komandan!” Sahut
Letnan Drago lagi dengan penuh kepatuhan.
“Letnan Bondi, pantau ke angkasa
jika ada pengintai hancurkan!” Kali ini sang jenderal memerintahkan tentara
yang duduk di depan sebelah kanannya.
“Siap laksanakan, Komandan!” Sahut
seorang tentara lain yang dipanggil Letnan Bondi dengan kepatuhan.
“Letnan Droka, awasi setiap
pergerakan bawah tanah jika ada pengintai, juga hancurkan!” Kembali dengan
tegas jenderal itu menginstruksikan yang duduk di kiri depan.
“Siap laksanakan, Komandan!” Dengan
kepatuhan si letnan menjawabnya.
Sang komandan yang berpangkat
jenderal mengawasi gerak anak-anak buahnya yang berwajah bengis mengamati zona
sekitar. Dilihat dari seragamnya saja sudah sangat menakutkan bagi siapa pun
yang berpapasan dengan mereka. Seluruh pakaiannya dilengkapi dengan cagak-cagak
berduri mengandung bisa mematikan di sekujur tubuh mulai dari kepala hingga
kedua tangan dan kakinya. Mereka berjalan dengan membawa alat sensor otomatis
sesuai perintah pimpinannya.
Setelah ketiganya yakin tidak ada
tanda-tanda mencurigakan, lalu mereka saling bertatapan, dan memberi sinyal dan
mengangguk. Dipimpin Letnan Drago mereka berjalan tegap membentuk derap
segitiga kembali ke kendaraan di mana sang komandan masih menunggu dengan
sabar.
“Lapor, Komandan! Negatif dari semua
tanda mencurigakan di sekitar sini!” Lapor Letnan Drago setelah tiba di pintu
kendaraan yang tetap terbuka sejak tadi kepada Jenderal Tansulbahsa.
“Baik. Mari kita kembali ke Markas Istana
Kerajaan Tucapenbath,” tegas si jenderal memerintahkan mereka masuk dan
menyelesaikan tugas hari ini.
Langit sedang begitu terik sinarnya
di wilayah Kerajaan Tucapenbath. Terpaan angin cukup kencang menimbulkan deru
mendendangkan lagu kematian bagi penyusup yang menyamar di pemukiman kota itu. Negeri
ini memang dikenal kesadisan dan kekejaman bala tentaranya yang dipimpin
Jenderal Tansulbahsa. Bagi siapa saja yang diketahui membangkang dan melawan
tirani kerajaan ini, maka sang jenderal akan membantainya tanpa ampun sesuai
titah Raja Ansiabia Kejnat.
Dalam kepemimpinan sang raja, negeri ini tak
pernah lengang dari ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran rakyatnya. Hukum dan
keadilan harus secara mutlak diaturtetapkan dan diterapkan bagi kepentingan
dinasti kerajaan. Siapa pun yang kedapatan membantah atau melanggarnya, maka
akan disikat habis dan dipertontonkan di balai sidang komunitas sentral publik
serta dipancarkan ke seluruh penjuru negeri itu.
“Sebagai pimpinan mutlak dan raja
kalian di negeri yang sangat luas ini, aku tegaskan kembali kepada kalian agar
mematuhi semua perundang-undangan dan peraturan yang telah kutetapkan dan
jangan coba-coba melanggarnya….. Hukuman yang sangat berat dan pedih akan
kalian derita tanpa pengampunan sedikit pun dariku. Karena gerak-gerik kalian
tak akan ada yang bisa luput dari pengawasan aku dan pasukanku!” Deklarasi raja
suatu kali yang ditayangkan secara langsung ke penjuru negeri dan dipancarkan
secara berkala dalam seminggu.
Dengan demikian seluruh rakyat
kerajaan menjadi gentar dan ciut hatinya dan tak akan berani kembali menentang
apalagi melawan secara terang-terangan. Bila ada yang ketahuan melakukan
pembelotan atau perlawanan, maka mereka berikut seluruh keluarganya akan
dibasmi secara sadis dan kejam. Dan hal itu memang dibuktikan dengan pembunuhan
dan pembasmian masal baru-baru ini di salah satu distrik negeri itu. Inilah
yang membuat rakyat kecil semakin merasa ketakutan dan tak berdaya.
“Namun……barangsiapa berjasa kepadaku
nanti dalam peperangan besar kita ke Kerajaan Gemrilozie, maka akan aku
anugerahkan hadiah-hadiah yang besar dan banyak,” lanjut sang raja lalim itu
mempromosikan dan menjanjikan rakyatnya yang berpartisipasi menjadi
sukarelawan.
Raja ini telah lama merencanakan dan
menyusun kekuatan dalam penyerbuan dan pencaplokan wilayah kerajaan tetangga
mereka tersebut. Namun, maklumat raja bukan berarti berita menyenangkankan bagi
rakyatnya sendiri, tapi hanya sekedar bualan dan janji manis belaka. Karena
seluruh rakyat tahu bahwa siapa pun yang berjasa sekalipun, kehidupan mereka
tidak akan jauh lebih baik dari sebelumnya! Dan itu sudah sering terjadi
seperti pada peperangan-peperangan terdahulu. Meskipun terjadi kebencian rakyat
terhadap raja dan kerajaan mereka tidak akan berani melawan lagi, karena sudah
jelas bagi mereka bukti yang mereka saksikan nasib saudara-saudaranya yang
bergelimpangan melawan tirani itu.
Hingga kini salah satu warga berbisik
sendiri sekali pun, maka akan begitu mudahnya pihak kerajaan mendeteksi dengan
sistem sensor berteknologi tinggi. Bahkan teknologi puncak di abad negeri itu
yang sangat ditakuti rakyatnya adalah kekuatan sang raja yang hanya
menjentikkan ibu jari dan jari tengah kanannya dengan kode suara tertentu sudah
akan memluluhlantakkan berbagai kawasan yang dikehendakinya. Ini merupakan
sebuah teknologi mutakhir yang dimiliki kerajaan ini. Sehingga
kerajaan-kerajaan lain di belahan wilayah lain pun sangat mengkhawatirkan
kedigdayaan perkembangan teknologi mereka yang mampu membunuh masal tanpa sisa sedikit
pun. Dampak positifnya setiap kerajaan merasa tertantang saling berlomba
meningkatkan kemutakhiran masing-masing. Di antara sekian banyak kerajaan di
seluruh kawasan, kerajaan ini merupakan kerajaan yang berpredikat paling
ditakuti karena kekejaman, kelaliman, kebengisan dan kezaliman yang nyata baik
raja maupun pasukan tentara masalnya.
Sampai saat ini telah banyak kerajaan
kecil telah dicaplok dan dirampasnya, misalkan sebut saja beberapa di antaranya
adalah Kerajaan Solmeah Raya, Kerajaan Owprahkorcha, Kerajaan Zolamandara, Kerajaan Cakrimarangi atau Kerajaan Gromlan Kotche. Mereka
merupakan kerajaan yang telah ditaklukkan, dirampas atau dibumihanguskan.
Kekejaman dan keberingasan raja terlihat terhadap seluruh tawanan yang
dijadikan pekerja paksa tanpa makan atau minum atau langsung dibunuh dengan
kejam jika melawan.
Bagi rakyat, titah raja ini merupakan
hukum dan perundang-undangan tertinggi yang terpaksa harus dijunjung tinggi
oleh seluruh pasukan bala tentara maupun rakyatnya tanpa kecuali.
“Kalian sudah membuktikan dengan
mata-kepala kalian sendiri terhadap seluruh kerajaan yang telah kutaklukkan,
membantah berarti maut!”
Begitulah teror sang raja mengancam
rakyatnya melalui pancaran langsung melalui saluran yang wajib ditonton.
“Ini tidak saja berlaku bagi seluruh
tawanan perang kita, bahkan kalian sebagai rakyatku pun akan mengalami nasib
serupa, bila ingin mencoba-coba berbuat makar atau memberontak!” Tegasnya
kembali.
“Pada saatnya nanti aku akan perkenalkan
kepada kalian hasil ciptaan kerajaan kita…..yaitu tiga tokoh serangkai yang
menjadi pengintai dan penjagal terkuat di seluruh kawasan! Mereka memiliki
kekuatan dan ketahanan luar biasa di zaman ini. Aku percaya mereka yang terbaik
yang pernah ada dan tak akan terkalahkan. Percayalah itu!” Akui raja lalim
dengan wajah menyeringai penuh keangkuhan dan kesombongannya.
Mendengar pengumuman dan pernyataan
rajanya, maka rakyat semakin tak berdaya dan putus asa, bahkan seandainya
mereka diminta paksa berharap hari esok berganti cerah pun tak akan ada yang
sanggup melakukannya. Hal itu dialami langsung oleh rakyat dari berbagai
lapisan, kalangan dan strata kehidupan. Mereka hanya menjalankan hidup dengan
belajar atau bekerja demi kepentingan kerajaan semata. Sementara segala hasil
ilmu pengetahuan dan teknologi dan produktifitasnya akan diambilalih demi
kepentingan pihak kerajaan.
Rakyat ini benar-benar hidup terjebak pekat
kegelapan dalam kebenderangan di siang hari.Prolog | Daftar Isi | Fatsal 1 | Fatsal 2 | Fatsal 3 | Fatsal 4 | Fatsal 5 | Fatsal 6 |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Fatsal 7 | Fatsal 8 | Fatsal 9 | Fatsal 10 | Fatsal 11 | Fatsal 12 | Fatsal 13 | Fatsal 14 |
Fatsal 15 | Fatsal 16 | Fatsal 17 | Fatsal 18 | Fatsal 19 | Fatsal 20 | Fatsal 21 | Fatsal 22 |
Fatsal 23 |
0 komentar :
Posting Komentar