Fatsal 2 Dunia Baru Antah-Berantah
“Paduka Yang Mulia, mohon berikan hamba
waktu untuk melapor,” dengan membungkukkan badannya seorang pria gagah
berseragam perang yang lengkap seperti layaknya seorang komandan pasukan hendak
melapor.
“Silakan,” sahut seorang pria berjubah
dengan sebuah mahkota agung dan sebuah tongkat berkepala seekor garuda
mengepakkan sayapnya.
“Bagaimana hasil pemantauanmu Jenderal
Zargi?” Pria tua berjanggut putih panjang hingga sebatas dada yang ternyata
merupakan tokoh pimpinan bak seorang raja itu lanjut bertanya.
“Sang
Pahlawan – Ksatria Penyelamat
kini sudah memasuki fase satu di Zona Peluncuran, Paduka hamba,” jawab Zargi,
sang komandan pasukan perang kerajaan berpangkat jenderal dengan sangat sopan
dan hati-hati.
“Bagus, bagus sekali, Jenderal,” tukas
sang raja.
“Biarkan Ksatria Aga tidur dan
beristirahat dengan keluarganya dan tidak ada seorang pun yang boleh mengganggunya
dan fase selanjutnya sudah dipahami, bukan?” Lanjutnya memberi instruksi sambil
bertanya.
“Benar, Paduka Yang Mulia, perintah
dilaksanakan dan hamba telah menyampaikan semua instruksi Paduka kepada seluruh
komponen terkait. Selanjutnya hamba mohon bangkit untuk melanjutkan tugas hamba
berikutnya, Yang Mulia,” sambil kembali membungkukkan tubuhnya Komandan Zargi
mengakhiri laporannya.
“Baiklah Zargi, kamu diizinkan
melanjutkan tugasmu,” perintah raja dengan menjulurkan tangannya mempersilakan
sang komandan.
“Terima kasih, Yang Mulia,” sambil
berdiri tegak dan berjalan sang komandan nan gagah tersebut mundur hingga
keluar dari ruang sang raja yang begitu asri, di sisi kanan dan kiri terdapat
gemericik air yang jatuh ke kolam nan jernih dihiasi dengan juntaian
umbul-umbul warna-warni nan indah dan sedap dipandang mata.
Sang raja nampak tersenyum bahagia
mendengar laporan komandan perangnya, lalu mengambil sebuah anggur dari baki
perak sang dayang yang berdiri di sebelah kirinya, dan memakannya. Begitu
selesai mengunyah dan menelannya, dia menatap seisi ruangan dengan perasaan
senang seolah-olah seperti ingin berbagi dengan para hadirin di sana: para
sesepuh, punggawa dan ksatria penjaga yang berdiri berjajar di hadapannya di
sebelah kanan dan kirinya. Mereka pun ikut tersenyum gembira seolah-olah
mengerti bahwa sang raja mereka sedang berbahagia saat itu.
“Wahai para sesepuh penasehat, punggawa
dan ksatria penjaga Istana Kerajaan Gemrilozie, dengarkanlah maklumatku,”
gelegar sang raja penuh wibawa dan pesona membuka sambutannya.
“Hari ini, seperti hari yang telah
dijanjikan itu, kini telah datang di tengah-tengah kita. Seperti yang telah
kusampaikan di hadapan kalian dan seluruh rakyat …… bahwa menurut keyakinan
kita telah diberitahukan akan datang seorang pria tampan nan gagah berani……
dari dunia lain, akan menjadi Sang
Pahlawan negeri yang cinta-damai ini. Ia merupakan seorang tokoh penyelamat
bagi kita…..!” Seru sang raja kembali, lalu diam sejenak yang diikuti dengan
tepuk tangan meriah segenap hadirin seisi ruangan. Setelah berhenti riuh rendah
itu….
“Namun…. bagi kita, itu bukan berarti
tanpa kerja keras. Karena di dunia asalnya ia Sang Terpilih tersebut merupakan seorang balita di negerinya,
sekitar enam menjelang tujuh tahun usianya atau layaknya si jabang bayi di
dunia kita…..” lanjut sang raja mengingatkan mereka.
“Oleh karena itu, tugas kita seluruh
jajaran di negeri Kerajaan Gemrilozie, tanpa kecuali wajib mendukung dan
membantu program yang telah lama kita programkan ini. Yaitu mempersiapkan sang
jabang bayi Sang Terpilih menjadi Ksatria Penyelamat….” Suara sang raja
kembali menderu yang diikuti tepuk tangan para hadirin sambil meneriakkan
kata-kata pujian
“Hidup Paduka Raja! Hidup Paduka Raja!”
Teriak para hadirin dengan penuh semangat di ruangan tersebut. Setelah hening
sejenak,
“Baiklah….esok akan aku umumkan di
hadapan seluruh rakyatku tentang kabar gembira ini. Untuk saat ini kalian boleh
beristirahat untuk persiapan esok tersebut,” sang raja mengakhiri maklumat hari
itu dan meninggalkan ruangan tersebut lalu masuk ke peraduan. Selanjutnya para
hadirin yang ada di sana dengan tertib dan rapi membubarkan diri kembali ke
tempatnya masing-masing dengan dipenuhi kegembiraan dan kebahagiaan terpancar
dari wajah mereka.
Hari telah berganti dan kini di hadapan
lautan manusia rakyat Kerajaan Gemrilozie yang hadir dengan penuh antusias
ingin mendengarkan maklumat sang raja mereka tegap berdiri menantikan gerangan
apa yang akan menjadi berita gembira bagi kerajaan dan rakyat tersebut. Begitu
muncul dari atas singgasana sang raja, spontan seluruh rakyat bertepuk tangan
dengan riuh dan gempita melihat raja, pemimpin idola mereka.
Sang raja pun, diiringi dan didampingi
permaisuri raja, beberapa pangeran dan putri, para sesepuh, punggawa dan
ksatria penjaga istana, melepaskan senyuman dan melambaikan tangan di hadapan
mereka, lalu….
“Wahai rakyatku tercinta…..” begitu sang
raja idola ini memulai maklumat di hadapan lautan rakyatnya.
“Ia merupakan Sang Pahlawan Penyelamat, Ksatria Aga, Sang Pembebas!” Kembali sang
raja melanjutkan maklumatnya lalu diikuti kembali dengan tepuk tangan meriah
para hadirin sambil meneriakkan kata-kata pujian terhadapnya.
“Hidup Paduka Raja! Hidup Paduka Raja!
Hidup Paduka Raja!!!” Gema teriakan seluruh rakyat yang hadir penuh semangat membahana
di balairung raksasa milik istana kerajaan tersebut.
Kemudian suasana hening dan raja kembali
melanjutkan.
“Satu hal yang tidak boleh dilupakan
bahwa ini merupakan tahap awal dan kita baru memulainya. Permulaan dalam
menghadapi ancaman yang sudah sama-sama kita ketahui…. yaitu serangan musuh
yang iri dari kerajaan tetangga kita di selatan, Tucapenbath, yang selalu
mengganggu ketenteraman negeri nan cinta damai ini!!!” Deru sang raja dengan
kata-kata nan begitu nikmat didengar namun mengobarkan api semangat rakyatnya.
Tanpa ada yang mengkomando, spontan
rakyat kembali meneriakkan pujian mereka kepada sang raja.
“Hidup Paduka Raja! Hidup Paduka Raja!
Hidup Paduka Raja!!!”
“Kita semua harus bersiap-siaga, dan
Sang Pembebas, Ksatria Aga, kini telah lahir bagi kerajaan kita seperti yang
telah dijanjikan, pahlawan kita, tentu saja, belum mengetahui sebelumnya tentang
misi dan kehadirannya yang telah tersirat di dalam Garis-garis Besar Kitab Tersurat
dan Tersirat Kerajaan Gemrilozie,” papar sang raja sambil melemparkan senyum
bahagia ke seluruh penjuru sudut balairung kota yang menjadi alun-alun kota.
“Oleh karena itu, setiap dari kita yang
sudah mendapat tugas mulia kerajaan untuk memepersiapkan agar Sang Terpilih menguasai segala sesuatu
yang seharusnya, terima kasih rakyatku yang cinta damai dan salam untuk
keluarga kalian masing-masing,” lanjut sang raja mengakhiri maklumat
menggembirakan ini.
“Hidup Paduka Raja! Hidup Paduka Raja!
Hidup Paduka Raja Aribi Dilwiba!!!”
Wajah rakyatnya terlihat kegembiraan dan
kebahagiaan tersendiri yang bukan alang-kepalang dan begitulah serempak pujian
kembali membahana. Raja pun bergerak ke kanan dan kiri melambai sambil beranjak
meninggalkan balairung tersebut, sementara tepuk tangan tak henti-hentinya
membahana pertanda sukacita.Prolog | Daftar Isi | Fatsal 1 | Fatsal 2 | Fatsal 3 | Fatsal 4 | Fatsal 5 | Fatsal 6 |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Fatsal 7 | Fatsal 8 | Fatsal 9 | Fatsal 10 | Fatsal 11 | Fatsal 12 | Fatsal 13 | Fatsal 14 |
Fatsal 15 | Fatsal 16 | Fatsal 17 | Fatsal 18 | Fatsal 19 | Fatsal 20 | Fatsal 21 | Fatsal 22 |
Fatsal 23 |
0 komentar :
Posting Komentar