Senin, 08 Juli 2013

Fatsal 12 Penyerbuan Maut



Fatsal 12 Penyerbuan Maut

            Suasana yang biasanya gelap pagi buta di kawasan markas angkatan bersenjata istana Kerajaan Tucapenbath lengang kini daratan berubah penuh hiruk-pikuk oleh deru derap personil pasukan tentara berkumpul dan tank kendaraan perang lapis baja, helikopeter, beragam pesawat tempur serba mutakhir; di perairan telah menunggu komando beragam jenis dan ukuran kapal perang. Mereka membentuk barisan tengah bersiap-siaga yang dilengkapi pula dengan berbagai jenis dan ukuran persenjataan masing-masing. Meskipun memiliki beragam warna dan corak, bentuk seragam kebesaran terkenal pasukan ulat bulu cagak berbisa menambah keangkeran suasana sat itu. Genderang perang bertalu-talu dan sesekali berdentum hebat, dan terompet melengking bersahut-sahutan ke seluruh tempat terbawa semilir angin semakin menambah seram orang yang mendengarnya.
            Seluruh rakyat penduduk kerajaan diliburkan dari sekolah dan perkantoran, kecuali bagi mereka yang diwajibkan menjadi sukarelawan dan sukarelawati yang telah terlebih dahulu bergabung pada angkatan perang yang telah ditentukan masing-masing. Raja mereka memang telah menetapkan bahwa hari ini adalah hari penyerbuan dan peperangan mendadak secara besar-besaran ke kerajaan tetangga mereka di kawasan itu. Hal itu telah dimaklumatkan oleh sang raja melalui berbagai media massa yang salah satunya disiarkan secara langsung melalui jaringan penyiaran ke seluruh penjuru negeri.
            Setelah Jenderal Tansulbahsa menerima laporan dari berbagai angkatan perang bahwa segala persiapan dan kesiagaan telah lengkap, maka sang jenderal mengkomandokan dalam tiga kali aba-aba untuk berangkat membentuk formasi yang telah ditentukan masing-masing. Perang kali mengemban misi raja yaitu membumihanguskan Kerajaan Gemrilozie tanpa sisa, menangkap atau membunuh seluruh pasukan musuh dan rakyat, dan menangkap hidup-hidup raja dan para pembesarnya atau membunuhnya dengan membawa mayatnya ke hadapan rajanya.
            Setelah aba-aba kedua diterima setiap angkatan, seketika seluruh awak dan tentara memasuki kendaraan perang mereka. Aba-aba terakhir merupakan pertanda seluruh kendaraan perang memasuki modus lenyap dari pandangan mata dan suasana seperti kosong dan lengang. Sangat kontras sekali dengan beberapa detik sebelumnya keadaan begitu sangat bising dan penuh dengan hiruk-pikuk berbagai macam derap, suara dan bunyi-bunyian berubah seperti menjadi kosong dan hampa seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.
            Setelah melewati beberapa wilayah kerajaan yang telah mereka taklukan sebelumnya hingga dalam beberapa menit saja sampailah di perbatasan wilayah Kerajaan Gemrilozie mereka berhenti, menyiapkan ulang dan menunggu komando puncak dari sang jenderal. Tiba-tiba dari alat komunikasi yang mereka miliki, masuk sebuah perintah sang jenderal ke setiap angkatan perang masing-masing.
            “Siapkan detektor peredam antimata-mata dan aktifkan sekarang! Kita akan melesat masuk dan menyelusup ke pusat istana kerajaan setelah selesai hitungan mundur pada monitor masing-masing!” Aturnya dengan suara tegas.
            Semua angkatan perang yang menanti hitungan mundur telah bersiap-siap pada setiap posisi untuk menuju ke pusat kerajaan lalu berpencar dan menyebar ke berbagai wilayah kerajaan. Setelah hitungan mundur tersebut mencapai titik nol, mereka langsung melesat dari berbagai penjuru ke arah yang sudah ditetapkan. Maka dalam hitungan detik seluruh tempat di pusat istana kerjaaan telah porak-poranda terkena hantaman berbagai jenis peluru dan bahan peledak berkekuatan tinggi. Pesawat sang jenderal masih dalam modus tak terlihat mata mendekat ke kediaman sang raja musuh mereka dan mencari posisi untuk mendarat, sementara beberapa pesawat lain mengawal dan mengintai dari jarak lain dan sebagian besar pesawat lain telah meninggalkan lokasi istana menyebar ke tempat-tempat yang menjadi sasaran dan target pembumihangusan.
            Seluruh pesawat yang bertugas penghancuran ke seluruh penjuru negeri di luar istana kerajaan kini telah kembali setelah memastikan tidak ada lagi yang tersisa di sana dan melaporkannya kepada sang jenderal. Segala fasilitas instalasi kerajaan dan rakyat telah diredam di berbagai wilayah sehingga tidak bisa lagi terjalin komunikasi dan transportasi yang dikhawatirkan dan dipastikan sebagai celah bagi seorang pun  korban hidup untuk melarikan diri. Lalu mereka merapatkan barisan untuk mengepung kawasan istana kerajaan. Beberapa pesawat mulai melakukan aksi tembak-menembak baik dengan senjata ringan maupun berat, sehingga desing peluru dan bom bertenaga sangat tinggi saling berdentum keras saling menabrak dan menghantam. Namun jumlah mereka sudah terlalu banyak bagi pihak Kerajaan Gemrilozie untuk melakukan perlawanan dan pertahanan diri, sehingga hal yang sangat mudah menaklukkan pusat istana.
Beberapa pasukan yang dipimpin sang jenderal sendiri segera menyebar memasuki ruang istana dan tak berapa lama menyeret ke luar Raja Aribi Dilwiba dengan paksa sembari menyiksanya dengan kejam karena ia sempat memberikan perlawanan dan ingin mencoba melepaskan diri. Beberapa perwira lain pun yang ikut masuk menerobos masuk bersama atasannya kemudian ke luar kembali sambil menarik atau menyeret beberapa korbannya ke arah sang jenderal. Mereka mengumpulkan dan menyatukan para sandera di sana. Kini selain sang raja, permaisuri dan beberapa selir, beberapa putera dan puteri mahkota dan sebagian pembesar istana meringkuk terluka akibat serangan mendadak yang sangat dahsyat tersebut. Dalam hati sang raja menangis memikirkan nasib rakyatnya yang menjadi korban keserakahan dan kebuasan kerajaan tetangganya itu. Namun ia hanya terus pasrah dan menunggu tak berdaya setelah mengetahui seluruh penjuru negeri berhasil ditaklukkan dan ditumpas oleh musuh besarnya ini. Bahkan yang lebih memilukan hati dan perasaannya adalah sang ksatria yang pasti telah tewas tak sempat menghindari serangan yang begitu tiba-tiba kemunculannya itu. Ia terus berpikir betapa hebatnya penderitaan sang ksatria bersama pengiringnya di salah satu tempat terkena hantaman serangan persenjataan musuhnya ini dan hancur terkapar berserakan. Sang raja semakin sedih dan menangis meneteskan airmata mengetahui bahwa ia belum sempat bercerita banyak tentang sisi kehidupan keluarga istana dan beragam penduduk yang menjadi rakyatnya, belum lagi tentang kekejaman dan kebrutalan pihak Kerajaan Tucapenbath yang telah terkenal dengan tirani kepemimpinan sang raja seantero kawasan. Hatinya merasa pilu dan teriris membayangkan kematian sang ksatria dan para pengiringya di saat ia baru saja akan memulai pengenalan di dunianya yang baru ini. Kini ia merasa berputus asa karena kematian sang ksatria yang seharusnya menjadi tumpuan kerajaan pun kini harus tewas mengenaskan seperti rakyat lainnya. Ia berpikir pasti mereka tak sempat berlindung atau mempertahankan diri karena serangan mendadak yang begitu hebat dan dahsyat. Bahkan ia lebih merasakan penderitaan tatkala tak satu pun dari sekian banyak korban serangan di istana sosok Pak Satria di antara mereka.
Akhh….malangnya nasib Pak Satria yang begitu saja raib setelah penyerangan ini!”
Rasa bersalahnya pun menjadi kian besar mengingat kemungkinan hancurnya tubuh terserang senjata mutakhir mereka, karena bila tepat mengenai tubuh siapa pun pasti akan terlumat hancur tak kenal ampun. Terbayang penderitaan orang tua Sang Ksatria itu ambruk terkena hantaman senjata sinar berkekuatan jutaan terrasensor yang mematikan. Pastilah ia kini telah binasa entah di mana dalam compang-camping wajah istananya yang dulu begitu megah dan gagah yang begitu terbuka bagi kepentingan rakyat mengadu dan berkeluh-kesah kepadanya sekali pun.
Sebelumnya ia sering mendengar bahwa kerajaan-kerajaan lain yang telah ditaklukkan oleh Kerajaan Tucapenbath pasti akan melakukan perlawanan sengit dan terjadi pertempuran di kedua pihak karena penyerbuan mereka selalu mampu terdeteksi alarm satelit pengintai mata-mata kerajaan mana pun. Tapi, itu tidak terjadi di sini, bahkan tidak ada tanda-tanda apa pun yang mencurigakan dari berbagai penjuru bidang pertahanan dan keamanan kerajaan yang mengindikasikan adanya pergerakan tertentu dari arah mana pun. Ini pasti hasil teknologi terbaru kerajaan tersebut yang telah berhasil menemukan dan mengembangkan suatu teknologi antimata-mata.
Kesedihan dari raut wajah sang raja semakin nampak ketika ia membayangkan wajah-wajah rakyatnya yang berguguran menjadi korban penyerangan secara biadab dan tak berkeperimanusiaan tersebut. Semua wajah polos mereka sangat jelas tergambar di pelupuk matanya datang silih berganti menangis, berteriak, menjerit, mengaduh, dan meminta pertolongan dengan penuh kepiluan. Wajah bayi yang bergelimpangan terpisah dari orang tuanya, anak-anak yang sedang bermain riangnya, para pekerja yang sedang sibuk melakukan berbagai aktifitasnya di ruang kerja mereka, ibu-ibu yang sedang mengerjakan segala kebutuhan rumah tangga menunggu kehadiran anggota keluarga lain kembali dari perkumpulan belajar atau perkantoran, orang-orang tua yang sedang bercengkrama menceritakan masa-masa muda mereka yang penuh suka-duka menjadikan ia tak kuat lagi menatap dan berharap kehidupan selanjutnya di tengah-tengah kepungan pasukan musuh yang siap mengantarkan mereka semua kepada kematian. Sambil berjalan beriringan terhuyung-huyung akibat luka yang sangat pedih di hampir sekujur tubuhnya itu, dan malah ia melihat ada beberapa yang diseret paksa pasukan atau ditembak di tempat, karena mereka mencoba melakukan perlawanan atau mencoba melepaskan diri, tak kuat atas perlakuan dan penyiksaan terbayang lagi gambaran luluh-lantaknya perkotaan yang telah lama ia dan rakyatnya bangun.
Di sela-sela langkah gontai kaki dan tangannya yang terikat kuat, ia melihat sang jenderal pun tidak bernasib lebih baik dari dirinya. Bahkan wajah sang profesor tercinta hampir tak dapat ia kenali kembali akibat siksaaan yang diterima mereka. Mereka tetap tak mau membocorkan segala rahasia terpenting kerajaan yang terus mereka telah abdikan dan pertahankan selama ini. Mereka terlihat begitu ikhlas menderita daripada harus berkhianat dari raja dan tanah airnya. Meskipun mereka melihat jelas satu atau dua orang perwira tinggi pasukan atau asisten laboratorium Kerajaan Gemrilozie dibantai secara keji di hadapan mata-kepala mereka sendiri. Hanya keluarga raja yang sedikit bernasib sedikit menguntungkan karena mereka tidak banyak berkaitan dengan pertanyaan dan interogasi di sepanjang langkah mereka menuju pesawat pengangkut tawanan.
Mereka kini merasa terkoyak dan tercabik-cabik hati dan perasaannya, melihat perlakuan dan penghinaan yang begitu besar atas kedaulatan di negeri mereka sendiri. Namun, mereka kini tidak lagi merasa takut dan gentar sekali pun mati terhujam peluru atau senjata apa pun yang digunakan untuk membinasakan mereka. Mereka hanya pasrah menunggu nasib apa yang akan mereka terima setelah yakin kekuasaan telah direbut dan dirampas di tangan musuh mereka. Kepasrahan itulah yang membuat mereka masih tetap selamat, meskipun dalam kondisi yang sangat memprihatinkan menuju pesawat itu. Mereka tinggal selangkah lagi masuk ke pintu pesawat satu-persatu dengan dorongan, hempasan, seretan, pukulan dan tendangan bahkan sayatan dan irisan senjata yang menambah kucuran darah pada tubuh, rerumputan dan tanah atau bebatuan yang mereka lewati.
          Dari jendela pesawat sebelum lepas landas, sang raja masih sempat melihat korban bergelimpangan mengenaskan di areal istana kerajaan yang sangat ia cintai itu. Sebagian punggawa dan pengawal setia istana tewas memilukan hati di mana mata mereka mendelik akibat terhujam senjata panas. Pesawat masih belum meninggi dan melaju dengan kecepatan penuh, ketika masih terlihat pepohonan di taman dan danau indah berguling, dan menyibakkan airnya ke pinggiran, dan dedahanan merobek bibir-bibir danau bergincukan darah, dan banyak korban yang terhempas hingga ke sana. Gedung-gedung dan rumah-rumah ambruk tak berbentuk seolah ingin merebahkan diri kelelahan di atas pembaringannya. Sisa-sisa pepohonan yang masih berdiri meranggas terhempas sambaran mesiu, peledak, rudal dan misil bak pengemis berpakaian compang-camping tak kuat berdiri karena tak kuat menahan rasa dahaga dan lapar yang begitu hebat. Di langit awan bersemu kelam menampilkan wajah kecut, ikut memendam kebencian terobek dan tercabiknya kepolosan wajah perawan yang sebelumnya masih malu-malu. Kini tinggal kelihatan coreng-morengnya saja ingin lekas menjerit, menangis dan meneteskan air mata kemurkaannya.


Prolog Daftar Isi Fatsal 1 Fatsal 2 Fatsal 3 Fatsal 4 Fatsal 5 Fatsal 6
Fatsal 7 Fatsal 8 Fatsal 9 Fatsal 10 Fatsal 11 Fatsal 12 Fatsal 13 Fatsal 14
Fatsal 15 Fatsal 16 Fatsal 17 Fatsal 18 Fatsal 19 Fatsal 20 Fatsal 21 Fatsal 22
Fatsal 23

0 komentar :

Posting Komentar