Fatsal 16 Perjalanan Kemal dan Nandya ke Dunia Baru
“Papa ke mana ya mah, udah
tiga hari enggak pulang?” Tanya Kemal
kepada mamanya di pagi hari ketiga.
“Mungkin lagi cari uang kali,
Mal,” jawab sang mama singkat.
Kemal, ketemu temen papa, Bang
Kojek, juga enggak tahu, katanya. Ia
bilang udah lama papa enggak maen ke rumahnya,” tambahnya
lagi.
Mamanya hanya diam seolah bingung
menimpali pernyataan-pernyataan putera keduanya. Karena ia telah mencoba
menghubungi telepon seluler melalui telepon atau pesan-pesan singkat tak pernah
ada balasan, bahkan saat dihubungi telepon genggam suaminya itu sedang berada
di luar jangkauan terus-menerus. Sehingga ia merasa malas mencari tahu.
Hari berganti dan minggu, bulan, dan
tahun pun telah memasuki tahun ketiga tak jua diketahui jejak kepergian sang
papa. Sehingga mau tak mau hal itu membuat mereka mengingat kembali tentang
kepergian sang putera bungsu mereka, Aga. Ia pun bernasib sama, bahkan hingga
saat ini pun tidak ada kabar dan beritanya. Pemberitaan kini telah meluas di
berbagai media masa tentang lenyapnya seorang putera bungsu sejak enam tahun
lalu dan disusul dengan sang papa yang telah menginjak tahun ketiga. Banyak
kalangan telah mengeluarkan berbagai pendapat dan pernyataan yang
bermacam-macam mulai dari hal-hal yang menyangkut sebab-musabab hubungan
kerumahtanggaan mereka hingga mistisisme. Ini sudah menjadi santapan lezat bagi
perkembangan berita media massa dalam menaikkan oplah dan rating mereka.
Kegemparan ini tak pernah berhenti.
Banyak sekali wartawan dan reporter yang terus mengikuti perkembangannya, mulai
dari wawancara hingga analisa-ananlisa yang beragam. Televisi suasta dan
nasional menyiarkan pemberitaan-pemberitaan ke seluruh pelosok Nusantara.
Dialog dan wawancara ditayangkan secara langsung dan rekaman. Pembedahan isi
perut keluarga ditayang-siarkan hingga mendominasi dan mengalahkan pemberitaan
ekonomi, politik, ideologi, sosial, budaya, hukum, pertahanan dan keamanan
negara. Tayangan-tayangan tentang kasus korupsi pejabat dan selebriti yang
sering timbul-tenggelam sempat tersisihkan dan sepi menjadi semakin menghilang
ceritanya, karena berita raib sang papa tanpa berita. Selama enam tahun ini,
pihak keamanan dalam negeri belum berhasil memecahkan dua kasusnya ini. Di
perkotaan, cerita berkembang terkait keterlibatan alien dalam kisah ini. Sementara di pelosok-pelosok desa
menambah-nambahkannya dengan cerita rakyat seperti kolong-wewe, kuntilanak dan
semacamnya.
Mereka bertiga acapkali menjadi ajang
komoditas pemberitaan yang sangat empuk
untuk dieksploitasi. Mereka terkadang baru dapat terlelap tidur di tengah
malam. Tidak berhenti sampai di sana, perburuan berita pun didapatkan dari
sanak-keluarga dekat hingga yang terjauh, bahkan tetangga sekitar dan kepala
warga dan wilayah kerap dimintai keterangan. Ini menjadi berita heboh yang
masuk nominasi pencatatan nasional teraneh dewasa ini.
Namun demikian, mereka sekeluarga yang
kini bertiga masih tetap menempati rumah mereka sambil terus berharap orang tua
dan puteranya itu kembali kepada mereka. Hingga suatu malam, Kemal yang tak
dapat tidur terlihat berjalan mondar-mandir, gelisah. Sementara mama dan kakak perempuannya
tertidur sejak kunjungan wartawan dan reporter
terakhir baru beranjak pulang sekitar pukul dua dini hari setelah mendapatkan
bahan pemberitaan mereka. Ia bingung apa yang harus dikerjakannya dengan
perasaan rindu dan kangen yang terasa begitu membelit jiwanya dengan sang papa
dan adik kesayangan. Setelah mendirikan doa malam dan membaca Kitab Suci dini
hari itu, pikirannya telah kembali tenang dan sabar dalam menerima ujian dan
cobaan itu. Sempat ia juga melupakan segala kegalauan yang tadi melanda
dirinya. Namun, kedua matanya masih tetap segar dan belum ada tanda-tanda rasa
kantuknya.
“Ah….. Kemal ingin main game aja di komputer papa,” bisiknya
dalam hati.
Lalu ia melangkahkan kakinya ke ruang
itu dan menghidupkan komputer seperti biasa. Sejenak ia sempat terhibur dan
terus asyik memainkan permainan satu berganti dengan jenis lainnya. Tapi,
tiba-tiba terdengar suara langkah-langkah kaki di luar kamar menuju ke arahnya.
Ia sempat mendengarnya suara yang memanggil-manggil namanya, dan ia pun terus
memainkan permainannya tanpa berhasrat menghentikannya.
“Kemal, udah mau pagi….ngapain
main game terus. Udah, tidur lagi
sana,” kakaknya Nandya menghampiri dan menasihatinya.
Ternyata kakaknya terbangun dan
mendatanginya di kamar itu. Ia lalu mendekat dan terus berupaya membujuk
adiknya yang terus menatap ke layar monitor memperhatikan gerak laju sebuah
mobil balap yang sedang berada di lintasan sirkuit susul-menyusul dengan
kendaraan lainnya.
“Entar
ah, Kemal belom ngantuk…..” balasnya dengan malas.
Tangan kanannya sesekali memegang
tetikus sementara sebelah kiri terus berada di keyboard melajukan kecepatan kendaraannya dan berbelok kanan dan
kiri di setiap tikungan panjang dan patah. Ia masih terlihat asyik dan tak ada
niat menghentikannya, tetapi kakaknya pun tidak mau mengalah dan terus membujuknya
untuk bergegas ke kamar tidur.
“Kakak, Kemal belum ngantuk, sebentar lagi…..” sambil memencet keyboard di hadapannya.
Namun karena rasa agak kesal
keasyikannya diganggu itu membuat konsentrasinya menjadi berkurang, dan tak
ayal lagi jemari tangannya pun salah dalam memencet tombol-tombol itu. Tiga
buah tombol hurup X, P, R
dan tombol enter tertekan secara tak
disengajanya yang membuat ia kesal.
“Tuh
kan….salah pencet jadinya,”
sungutnya kepada sang kakak.
Kakaknya hanya diam tak mau perduli akan
hal itu. Namun tak lama kemudian, tiba-tiba kejadian berikutnya mengejutkan dan
membelalakkan mata mereka berdua. Mereka kaget dan ketakutan setengah mati.
Kemal berteriak pelan keluar dari kursinya mendekati sang kakak. Lalu mereka
berdiri tertegun dan terperangah melihat keanehan di sudut ruangan itu.
Kemunculan cahaya membulat dan meninggi
berdiameter cukup besar seukuran lebih dari satu orang. Sinar itu memancar dari
dari sudut bawah ke atas, agak redup terangnya, kehijau-hijauan, kuning dan
biru serta sedikit kemerah-merahan. Mereka terkejut dan tidak yakin dengan apa
yang sedang mereka saksikan saat itu.
“Kemal, iiiiihh…benda apaan itu?!
Bentuknya dari cahaya ya, Mal,” tanya Nandya penuh heran, takut, kaget, dan
takjub kepada adiknya.
“Aneh ya, dari mana datengya tadi, ya Kak?
Tiba-tiba muncul. Kakak, jangan-jangan cahaya ini yang bawa Aga sama papa…..hhhiiiiiii,”
ungkap Kemal ketakutan.
“Koq…..bisa
muncul tiba-tiba ya, Mal?” Ulangi kakaknya sambil memberanikan dirinya agak
mendekat.
“Kakak, jangan….. entar kenapa-napa lo,” larang adiknya dan mengingatkan. “Kemal,
kasih tahu mama dan wartawan atau reporter itu ya?”
“Jangan, jangan dulu, Mal. Kita liatin dulu aja….Kakak pengen tahu
ini sinar apaan sikh….”
Sang kakak memberanikan diri mulai
mendekati pancaran warna itu dengan penuh kepenasarannya. Kini rasa ketakutannya mulai
agak menghilang.
“Sini, Mal. Temenin dan pegangin
tangan Kak Dea.”
“Enggak
ah, Kemal takut.”
“Enggak
apa-apa, penakut banget sikh lo, Mal.”
Dengan
terpaksa karena ditarik tangan oleh kakaknya, akhirnya ia menurut juga. Digeser
kursi yang tadi adiknya duduki dengan hati-hati, lalu ditempatkannya di sisi
yang agak jauh ke belakangnya, lalu disambung oleh adiknya hingga ke
belakangnya lagi. Sambil berpegangan tangan Nandya yang biasa dipanggil Dea
maju sedikit demi sedikit hingga hampir sampai ke arah cahaya membentuk
selubung tersebut. Akhirnya setelah begitu dekat…… ia berhenti dan diam
sejenak. Menunggu. Tak ada apa pun yang terjadi! Tangan kanan yang lebih dekat
ke lorong sinar itu diarahkan semakin mendekat agar bisa menyentuh permukaannya
hingga tinggal beberapa sentimeter saja.
“Mal, gimana nikh?”
“Udah
ah, kita panggil mama aja.”
“Jaaaangaaan……
entar aja. Penaaaakut baaaanget……..”
Mau tidak mau, karena tangannya masih
digamit kakaknya dengan erat, ia terpaksa menurut saja.
“Kemal, jangan-jangan……cahaya ini yang bawa
Aga sama papa ya? Kalo emang bener, pergi ke mana ya. Kakak jadi pengen megang….”
“Kakak, gimana sikh. Kita panggil mama dulu aja biar mama tahu. Kalo ada apa-apa nanti biar ditolongin.”
“Ya udah,
sono, panggil mama. Tapi Kak Dea takut sendirian.”
“Bareng-bareng.”
“Udahlah,
entar aja….tanggung nikh. Kakak pengen tahu ini cahaya apaan. ‘Tar abis itu, baru kita bangunin mama.”
Satu tangan Dea semakin mendekat ke
selubung, namun ia tidak merasakan apa pun meskipun tangan dan tubuhnya sudah
sedemikian dekatnya dengan cahaya itu. Dengan membulatkan tekad siap menanggung
segala resiko bila terjadi apa-apa, mentalnya sudah siap. Sambil menarik tangan
adiknya dan mengucapkan doa, akhirnya……..jari telunjuknya pun menyentuh
permukaan cahaya itu.
“Mal, kakak udah nempel di cahaya ini nih….Enggak apa-apa, ayo sini pegang.”
“Mana……. Iya-ya……...”
Sehingga mereka semakin berani
menyelusupkan lagi tangannya hingga masuk pergelangan ke dalam, juga tidak ada
apa-apa. tidak ada reaksi membahayakan mereka. Mereka menarik kembali
tangannya. Terlihat mereka menjadi semakin berani saja, lalu disodorkan kaki
kanannya hingga masuk seluruh telapaknya.
Kakaknya terus memimpin masuk ke
selubung itu sehingga sekarang ia telah berada di dalamna dan ditarik tangan
adiknyanya. Kini mereka berdua telah berada di dalam dan membuat mereka saling
berpandangan. Tidak berapa lama kemudian……………. mereka pun menjadi sangat
terkejut mengetahui karena mereka merasakan seperti ada tarikan ke arah bawah
tubuh secara perlahan diiringi desiran angin dan tekanan halus dari arah atas.
Semakin lama semakin terasa kecepatan tarikan dan tekanan halus di tubuh mulai
terasa lebih kuat tanpa mempengaruhi keseimbangan tubuh mereka. Sambil
berpegangan tangan satu sama lainnya, pandangan mereka mengitari dinding
lingkaran cahaya ini terasa seperti bergerak turun dengan kecepatan yang sangat
dahsyat. Wajah cemas dan takut luar biasa mulai menghinggapi, dan ini yang
membuat mereka berteriak dan menjerit.
Mereka berdua ketakutan, merasa seperti
terbawa dan terhisap cahaya, dengan masih tetap saling berpegangan tangan,
ketakutan dan kecemasan terlihat sangat menghantui dan terlihat semakin
menjadi-jadi. Mereka meraba-raba dinding yang terasa kaku dan padat itu dan tak
bisa ditembus di hadapan mereka seperti dari arah luar tadi, terkejut, tak bisa
keluar. Ini yang membuat kakaknya merasa bersalah dan membuatnya sangat
panik….ingin sekali ia menangis namun tak bisa. Dicobanya menerobos dinding di
berbagai arah, tapi tak membuahkan hasil, menjadikannya histeris. Ketakutannya
kian menjadi lagi tanpa dapat tertahan, ia akhirnya pasrah, terduduk lemas di
sana. Adiknya, Kemal pun menangis seolah-olah menyalahkan kakaknya dan tidak
mau mendengar sarannya barusan. Namun tiba-tiba…
“Srrrrpp…”
Selubung cahaya di sekeliling lenyap dan
wajah mereka berubah gembira dan takjub melihat sebuah pemandangan di
hadapannya yang sungguh-sungguh belum pernah mereka lihat sebelumnya. Meskipun
ini baru pertama kali mereka lihat. Kejadian itu hanya berlangsung beberapa
detik dan itu sampai satu menit pun.
Perasaan mereka terbilang sama seperti
kehadiran adiknya, Aga dan papanya, Pak Satria saat pertama keduanya tiba di
sini. Mereka seperti dimanjakan dengan kenikmatan dan ketakjuban di setiap
penjuru pandangan, ketakutan, kecemasan atau kekhawatiran kini telah lenyap.
Bahkan seperti tak bosan-bosannya mata mereka memandang ke sekeliling.
“Kemal, tempat apaan ini. Gila. Bagus banget,
Ya Tuhan!” Kakaknya berdecak dan bergumam kagum.
“Iya-ya….Kak.
terus kita ke mana nih, Kak.”
“Entar
dulu, kita liatin dari sini aja. Siapa tahu ini tempat apaan….di luar angkasa. Ketahuan aliennya lo.”
“Jangan nakut-nakutin apa , Kak.”
“Ya makanya, diem. Tunggu dulu. Enggak
sabaran banget sikh…….”
Mereka berdua melemparkan pandangan berkeliling
kian kemari. Namun beberapa saat tidak ada sesuatu yang terjadi yang membuat
Kemal adiknya menjadi tidak sabar menunggu situasi itu. Akhirnya, Kemal
berusaha bangkit dari duduknya, berdiri dan melangkahkan kakinya. Kakaknya pun
bergegas mengikutinya sambil melarang adiknya berbuat yang aneh-aneh di tempat
mereka berpijak. Namun tiba-tiba tempat itu seolah-olah merendah dan mendekati
ke arah bawah dan semakin turun. Mereka menjadi semakin takjub dengan apa yang
baru saja mereka alami dan pemandangan indah di hadapan mereka. Kakaknya
mengejar adiknya yang mulai berani berjalan agak sedikit menjauh darinya. Ia
langsung menggamit dan melangkah berdampingan. Sesekali tangan kakaknya
dilepasnya untuk mencoba memainkan permainan pada mesin-mesin yang tersedia dan
memetik buah-buahan yang tersedia di sana. Kakaknya sudah mulai berani
mencicipi makanan atau minuman yang ada. Kini mereka sangat asik dengan
ketersediaan kenikmatan yang ada di sana. Mereka berkeliling dan terus
merasakan permainan dan menyantap makanan dan minuman yang tetap tak ada
habis-habisnya.
0 komentar :
Posting Komentar