Senin, 08 Juli 2013

Fatsal 16 Perjalanan Kemal dan Nandya ke Dunia Baru

 



Fatsal 16 Perjalanan Kemal dan Nandya ke Dunia Baru

            “Papa ke mana ya mah, udah tiga hari enggak pulang?” Tanya Kemal kepada mamanya di pagi hari ketiga.
“Mungkin lagi cari uang kali, Mal,” jawab sang mama singkat.
Kemal, ketemu temen papa, Bang Kojek, juga enggak tahu, katanya. Ia bilang udah lama papa enggak maen ke rumahnya,” tambahnya lagi.
Mamanya hanya diam seolah bingung menimpali pernyataan-pernyataan putera keduanya. Karena ia telah mencoba menghubungi telepon seluler melalui telepon atau pesan-pesan singkat tak pernah ada balasan, bahkan saat dihubungi telepon genggam suaminya itu sedang berada di luar jangkauan terus-menerus. Sehingga ia merasa malas mencari tahu.
Hari berganti dan minggu, bulan, dan tahun pun telah memasuki tahun ketiga tak jua diketahui jejak kepergian sang papa. Sehingga mau tak mau hal itu membuat mereka mengingat kembali tentang kepergian sang putera bungsu mereka, Aga. Ia pun bernasib sama, bahkan hingga saat ini pun tidak ada kabar dan beritanya. Pemberitaan kini telah meluas di berbagai media masa tentang lenyapnya seorang putera bungsu sejak enam tahun lalu dan disusul dengan sang papa yang telah menginjak tahun ketiga. Banyak kalangan telah mengeluarkan berbagai pendapat dan pernyataan yang bermacam-macam mulai dari hal-hal yang menyangkut sebab-musabab hubungan kerumahtanggaan mereka hingga mistisisme. Ini sudah menjadi santapan lezat bagi perkembangan berita media massa dalam menaikkan oplah dan rating mereka.
Kegemparan ini tak pernah berhenti. Banyak sekali wartawan dan reporter yang terus mengikuti perkembangannya, mulai dari wawancara hingga analisa-ananlisa yang beragam. Televisi suasta dan nasional menyiarkan pemberitaan-pemberitaan ke seluruh pelosok Nusantara. Dialog dan wawancara ditayangkan secara langsung dan rekaman. Pembedahan isi perut keluarga ditayang-siarkan hingga mendominasi dan mengalahkan pemberitaan ekonomi, politik, ideologi, sosial, budaya, hukum, pertahanan dan keamanan negara. Tayangan-tayangan tentang kasus korupsi pejabat dan selebriti yang sering timbul-tenggelam sempat tersisihkan dan sepi menjadi semakin menghilang ceritanya, karena berita raib sang papa tanpa berita. Selama enam tahun ini, pihak keamanan dalam negeri belum berhasil memecahkan dua kasusnya ini. Di perkotaan, cerita berkembang terkait keterlibatan alien dalam kisah ini. Sementara di pelosok-pelosok desa menambah-nambahkannya dengan cerita rakyat seperti kolong-wewe, kuntilanak dan semacamnya.
Mereka bertiga acapkali menjadi ajang komoditas pemberitaan yang sangat empuk untuk dieksploitasi. Mereka terkadang baru dapat terlelap tidur di tengah malam. Tidak berhenti sampai di sana, perburuan berita pun didapatkan dari sanak-keluarga dekat hingga yang terjauh, bahkan tetangga sekitar dan kepala warga dan wilayah kerap dimintai keterangan. Ini menjadi berita heboh yang masuk nominasi pencatatan nasional teraneh dewasa ini.
Namun demikian, mereka sekeluarga yang kini bertiga masih tetap menempati rumah mereka sambil terus berharap orang tua dan puteranya itu kembali kepada mereka. Hingga suatu malam, Kemal yang tak dapat tidur terlihat berjalan mondar-mandir, gelisah. Sementara mama dan kakak perempuannya tertidur sejak kunjungan wartawan dan reporter terakhir baru beranjak pulang sekitar pukul dua dini hari setelah mendapatkan bahan pemberitaan mereka. Ia bingung apa yang harus dikerjakannya dengan perasaan rindu dan kangen yang terasa begitu membelit jiwanya dengan sang papa dan adik kesayangan. Setelah mendirikan doa malam dan membaca Kitab Suci dini hari itu, pikirannya telah kembali tenang dan sabar dalam menerima ujian dan cobaan itu. Sempat ia juga melupakan segala kegalauan yang tadi melanda dirinya. Namun, kedua matanya masih tetap segar dan belum ada tanda-tanda rasa kantuknya.
“Ah….. Kemal ingin main game aja di komputer papa,” bisiknya dalam hati.
Lalu ia melangkahkan kakinya ke ruang itu dan menghidupkan komputer seperti biasa. Sejenak ia sempat terhibur dan terus asyik memainkan permainan satu berganti dengan jenis lainnya. Tapi, tiba-tiba terdengar suara langkah-langkah kaki di luar kamar menuju ke arahnya. Ia sempat mendengarnya suara yang memanggil-manggil namanya, dan ia pun terus memainkan permainannya tanpa berhasrat menghentikannya.
“Kemal, udah mau pagi….ngapain main game terus. Udah, tidur lagi sana,” kakaknya Nandya menghampiri dan menasihatinya.
Ternyata kakaknya terbangun dan mendatanginya di kamar itu. Ia lalu mendekat dan terus berupaya membujuk adiknya yang terus menatap ke layar monitor memperhatikan gerak laju sebuah mobil balap yang sedang berada di lintasan sirkuit susul-menyusul dengan kendaraan lainnya.
Entar ah, Kemal belom ngantuk…..” balasnya dengan malas.
Tangan kanannya sesekali memegang tetikus sementara sebelah kiri terus berada di keyboard melajukan kecepatan kendaraannya dan berbelok kanan dan kiri di setiap tikungan panjang dan patah. Ia masih terlihat asyik dan tak ada niat menghentikannya, tetapi kakaknya pun tidak mau mengalah dan terus membujuknya untuk bergegas ke kamar tidur.
“Kakak, Kemal belum ngantuk, sebentar lagi…..” sambil memencet keyboard di hadapannya.
Namun karena rasa agak kesal keasyikannya diganggu itu membuat konsentrasinya menjadi berkurang, dan tak ayal lagi jemari tangannya pun salah dalam memencet tombol-tombol itu. Tiga buah tombol hurup X, P, R dan tombol enter tertekan secara tak disengajanya yang membuat ia kesal.
Tuh kan….salah pencet jadinya,” sungutnya kepada sang kakak.
Kakaknya hanya diam tak mau perduli akan hal itu. Namun tak lama kemudian, tiba-tiba kejadian berikutnya mengejutkan dan membelalakkan mata mereka berdua. Mereka kaget dan ketakutan setengah mati. Kemal berteriak pelan keluar dari kursinya mendekati sang kakak. Lalu mereka berdiri tertegun dan terperangah melihat keanehan di sudut ruangan itu.
Kemunculan cahaya membulat dan meninggi berdiameter cukup besar seukuran lebih dari satu orang. Sinar itu memancar dari dari sudut bawah ke atas, agak redup terangnya, kehijau-hijauan, kuning dan biru serta sedikit kemerah-merahan. Mereka terkejut dan tidak yakin dengan apa yang sedang mereka saksikan saat itu.
“Kemal, iiiiihh…benda apaan itu?! Bentuknya dari cahaya ya, Mal,” tanya Nandya penuh heran, takut, kaget, dan takjub kepada adiknya.
“Aneh ya, dari mana datengya tadi, ya Kak? Tiba-tiba muncul. Kakak, jangan-jangan cahaya ini yang bawa Aga sama papa…..hhhiiiiiii,” ungkap Kemal ketakutan.
Koq…..bisa muncul tiba-tiba ya, Mal?” Ulangi kakaknya sambil memberanikan dirinya agak mendekat.
“Kakak, jangan….. entar kenapa-napa lo,” larang adiknya dan mengingatkan. “Kemal, kasih tahu mama dan wartawan atau reporter itu ya?”
“Jangan, jangan dulu, Mal. Kita liatin dulu aja….Kakak pengen tahu ini sinar apaan sikh….”
Sang kakak memberanikan diri mulai mendekati pancaran warna itu dengan penuh  kepenasarannya. Kini rasa ketakutannya mulai agak menghilang.
“Sini, Mal. Temenin dan pegangin tangan Kak Dea.”
Enggak ah, Kemal takut.”
Enggak apa-apa, penakut banget sikh lo, Mal.”
 Dengan terpaksa karena ditarik tangan oleh kakaknya, akhirnya ia menurut juga. Digeser kursi yang tadi adiknya duduki dengan hati-hati, lalu ditempatkannya di sisi yang agak jauh ke belakangnya, lalu disambung oleh adiknya hingga ke belakangnya lagi. Sambil berpegangan tangan Nandya yang biasa dipanggil Dea maju sedikit demi sedikit hingga hampir sampai ke arah cahaya membentuk selubung tersebut. Akhirnya setelah begitu dekat…… ia berhenti dan diam sejenak. Menunggu. Tak ada apa pun yang terjadi! Tangan kanan yang lebih dekat ke lorong sinar itu diarahkan semakin mendekat agar bisa menyentuh permukaannya hingga tinggal beberapa sentimeter saja.
“Mal, gimana nikh?”
Udah ah, kita panggil mama aja.”
Jaaaangaaan…… entar aja. Penaaaakut baaaanget……..”
Mau tidak mau, karena tangannya masih digamit kakaknya dengan erat, ia terpaksa menurut saja.
“Kemal, jangan-jangan……cahaya ini yang bawa Aga sama papa ya? Kalo emang bener, pergi ke mana ya. Kakak jadi pengen megang….”
“Kakak, gimana sikh. Kita panggil mama dulu aja biar mama tahu. Kalo ada apa-apa nanti biar ditolongin.”
“Ya udah, sono, panggil mama. Tapi Kak Dea takut sendirian.”
Bareng-bareng.”
Udahlah, entar aja….tanggung nikh. Kakak pengen tahu ini cahaya apaan. ‘Tar abis itu, baru kita bangunin mama.”
Satu tangan Dea semakin mendekat ke selubung, namun ia tidak merasakan apa pun meskipun tangan dan tubuhnya sudah sedemikian dekatnya dengan cahaya itu. Dengan membulatkan tekad siap menanggung segala resiko bila terjadi apa-apa, mentalnya sudah siap. Sambil menarik tangan adiknya dan mengucapkan doa, akhirnya……..jari telunjuknya pun menyentuh permukaan cahaya itu.
“Mal, kakak udah nempel di cahaya ini nih….Enggak apa-apa, ayo sini pegang.”
“Mana……. Iya-ya……...”
Sehingga mereka semakin berani menyelusupkan lagi tangannya hingga masuk pergelangan ke dalam, juga tidak ada apa-apa. tidak ada reaksi membahayakan mereka. Mereka menarik kembali tangannya. Terlihat mereka menjadi semakin berani saja, lalu disodorkan kaki kanannya hingga masuk seluruh telapaknya.
Kakaknya terus memimpin masuk ke selubung itu sehingga sekarang ia telah berada di dalamna dan ditarik tangan adiknyanya. Kini mereka berdua telah berada di dalam dan membuat mereka saling berpandangan. Tidak berapa lama kemudian……………. mereka pun menjadi sangat terkejut mengetahui karena mereka merasakan seperti ada tarikan ke arah bawah tubuh secara perlahan diiringi desiran angin dan tekanan halus dari arah atas. Semakin lama semakin terasa kecepatan tarikan dan tekanan halus di tubuh mulai terasa lebih kuat tanpa mempengaruhi keseimbangan tubuh mereka. Sambil berpegangan tangan satu sama lainnya, pandangan mereka mengitari dinding lingkaran cahaya ini terasa seperti bergerak turun dengan kecepatan yang sangat dahsyat. Wajah cemas dan takut luar biasa mulai menghinggapi, dan ini yang membuat mereka berteriak dan menjerit.
Mereka berdua ketakutan, merasa seperti terbawa dan terhisap cahaya, dengan masih tetap saling berpegangan tangan, ketakutan dan kecemasan terlihat sangat menghantui dan terlihat semakin menjadi-jadi. Mereka meraba-raba dinding yang terasa kaku dan padat itu dan tak bisa ditembus di hadapan mereka seperti dari arah luar tadi, terkejut, tak bisa keluar. Ini yang membuat kakaknya merasa bersalah dan membuatnya sangat panik….ingin sekali ia menangis namun tak bisa. Dicobanya menerobos dinding di berbagai arah, tapi tak membuahkan hasil, menjadikannya histeris. Ketakutannya kian menjadi lagi tanpa dapat tertahan, ia akhirnya pasrah, terduduk lemas di sana. Adiknya, Kemal pun menangis seolah-olah menyalahkan kakaknya dan tidak mau mendengar sarannya barusan. Namun tiba-tiba…
Srrrrpp…”
Selubung cahaya di sekeliling lenyap dan wajah mereka berubah gembira dan takjub melihat sebuah pemandangan di hadapannya yang sungguh-sungguh belum pernah mereka lihat sebelumnya. Meskipun ini baru pertama kali mereka lihat. Kejadian itu hanya berlangsung beberapa detik dan itu sampai satu menit pun.
Perasaan mereka terbilang sama seperti kehadiran adiknya, Aga dan papanya, Pak Satria saat pertama keduanya tiba di sini. Mereka seperti dimanjakan dengan kenikmatan dan ketakjuban di setiap penjuru pandangan, ketakutan, kecemasan atau kekhawatiran kini telah lenyap. Bahkan seperti tak bosan-bosannya mata mereka memandang ke sekeliling.
“Kemal, tempat apaan ini. Gila. Bagus banget, Ya Tuhan!” Kakaknya berdecak dan bergumam kagum.
Iya-ya….Kak. terus kita ke mana nih, Kak.”
Entar dulu, kita liatin dari sini aja. Siapa tahu ini tempat apaan….di luar angkasa. Ketahuan aliennya lo.”
“Jangan nakut-nakutin apa , Kak.”
“Ya makanya, diem. Tunggu dulu. Enggak sabaran banget sikh…….”
             Mereka berdua melemparkan pandangan berkeliling kian kemari. Namun beberapa saat tidak ada sesuatu yang terjadi yang membuat Kemal adiknya menjadi tidak sabar menunggu situasi itu. Akhirnya, Kemal berusaha bangkit dari duduknya, berdiri dan melangkahkan kakinya. Kakaknya pun bergegas mengikutinya sambil melarang adiknya berbuat yang aneh-aneh di tempat mereka berpijak. Namun tiba-tiba tempat itu seolah-olah merendah dan mendekati ke arah bawah dan semakin turun. Mereka menjadi semakin takjub dengan apa yang baru saja mereka alami dan pemandangan indah di hadapan mereka. Kakaknya mengejar adiknya yang mulai berani berjalan agak sedikit menjauh darinya. Ia langsung menggamit dan melangkah berdampingan. Sesekali tangan kakaknya dilepasnya untuk mencoba memainkan permainan pada mesin-mesin yang tersedia dan memetik buah-buahan yang tersedia di sana. Kakaknya sudah mulai berani mencicipi makanan atau minuman yang ada. Kini mereka sangat asik dengan ketersediaan kenikmatan yang ada di sana. Mereka berkeliling dan terus merasakan permainan dan menyantap makanan dan minuman yang tetap tak ada habis-habisnya.


Prolog Daftar Isi Fatsal 1 Fatsal 2 Fatsal 3 Fatsal 4 Fatsal 5 Fatsal 6
Fatsal 7 Fatsal 8 Fatsal 9 Fatsal 10 Fatsal 11 Fatsal 12 Fatsal 13 Fatsal 14
Fatsal 15 Fatsal 16 Fatsal 17 Fatsal 18 Fatsal 19 Fatsal 20 Fatsal 21 Fatsal 22
Fatsal 23

0 komentar :

Posting Komentar