Fatsal 14 Berpesta-Pora Bersama Tiga Serangkai dan
Jentik Dua Jemari
Dalam perjalanan kembali dari medan
perang, Jenderal Tansulbahsa dengan sombong dan bangganya melaporkan berita gemilang
tersebut kepada rajanya. Sang raja menyambutnya dengan penuh kebanggaan diri
dengan keberhasilan tersebut. Setelah penyerangan berlangsung sekitar tigapuluh
menit dan seluruh pasukan dari berbagai angkatan perang kerajaan itu kembali
markas mereka. Bagi mereka ini berarti menelurkan kembali sebuah wilayah baru
bagi Keraajaan Tucapenbath. Sang raja pun menginstrusikan sang jenderal sebagai
orang kepercayaan nomor satu di negeri itu untuk menandakan temu-muka di
hadapan publik dengan menghadirkan seluruh komandan pasukan angkatan
bersenjata. Rajanya berencana akan mengadakan pesta-pora kerajaan yang sangat
meriah di kalangan mereka hanya untuk menikmati kemenangan-kemenangan yang
terus-menerus ini.
Raja Ansiabia Kejnat kini semakin yakin
dan percaya bahwa dirinyalah satu-satunya pemimpin yang terkuat dan paling
berjaya di seluruh kawasan alam raya ini. Ia akan memproklamirkan kebesaran dan
kekuasaan wilayahnya, bahkan akan mencantumkan wilayah Kerajaan Gemrilozie yang
baru saja ditaklukkannya itu sebagai bagian dari wilayah kerajaannya. Ia akan
mengundang seluruh media domestik yang di bawah kendalinya dan media luar
negeri untuk melaporkan ke seluruh kawasan tentang berita ini. Topik rencana lain
yang akan dilansirnya yaitu menawarkan kerajaan-kerajaan tetangga lainnya yang
tersebar di seluruh kawasan itu untuk bersatu di bawah tampuk kekaisarannya
secara sukarela. Dalam siaran pers itu ia pun akan memberikan ancaman bagi
raja-raja yang menolak akan mengalami nasib serupa seperti kerajaan-kerajaan
yang telah ia hancurkan. Sebagai penguat tayangannya ia akan mendemonstrasikan
sebuah kedigdayaan yang ia miliki berupa pemunculan tiga serangkai dan aksi
penjentikan dua jemari yang sangat ia bangga-banggakan.
Pada saat penampilan Raja Ansiabia
Kejnat dengan segala kelengkapan kebesaran dan kemegahan yang ia pamerkan di
hadapan media massa publik tersebut, ia terus melantunkan syair kecongkakan
sebagai seorang kaisar terkuat di seluruh dunia.
“Perhatikan seluruh pemirsa, diriku! Aku
kini berdiri tegak di atas kalian. Kalian akan kuberi makan, minum, dan tempat
tinggal serta pekerjaan. Aturan telah kubuat untuk kalian jalani dan jauhi.
Semua dari kalian yang mematuhiku akan aku berikan hidup ini!” Ucap raja
memulai proklamasinya.
“Dengan segala keberhasilanku menyatukan
kalian di bawah kekuasaanku berarti kalian telah mendapatkan kehidupan dariku! Perkataanku
ini adalah surat undangan untuk kalian. Dan itu adalah sebuah penghormatan yang
harus kalian ingat. Aku tak perduli siapa diri kalian, aku tidak mau tahu
apakah kalian pimpinan kerajaan atau penduduknya dari belahan wilayah mana pun,
kuingin kalian bersatu kepadaku dengan damai. Aku tak ingin mendengar kalian berkata
tidak atau akan melihatku meremukkan singgasana yang kalian banggakan itu
menyatu dengan tanah!” Seringai kecongkakannya semakin nampak menghiasi wajah
sang raja saat melontarkan kata-kata.
”Tidakkah kalian perhatikan kehebatanku
yang tiada tandingannya ini? Tidakkah kau mengerti bahwa hanya kebesarankulah
yang mampu menghancurkan mulai dari Kerajaan
Solmeah Raya hingga Kerajaan
Gemrilozie yang sangat luas, kuat dan mutakhir kini telah bertekuk lutut
tanpa mampu memberikan perlawanan sedikit pun? Jadi inilah saat yang tepat
kalian mencari keselamatan dan memohonkannya padaku, Raja Diraja Yang Agung
Baginda Yang Mulia Ansiabia Kejnat!!!” Akuinya dengan sorot mata tajam dan
beringas.
Spontan seluruh komandan pasukan dan
beberapa perwira pilihan serta pengawal setia raja bertepuk tangan dan
bersorak-sorai dengan segala keriuhannya. Hal ini menambah semangat sang raja
melanjutkan pidatonya di hadapan media massa sebagai publikasi efektif untuk
menguasai seluruh kawasan. Sang raja, dengan segala ambisinya terhadap
kekuasaan tertinggi, ingin sekali lekas mendemonstrasikan dua kelebihan
puncaknya yang sangat diagung-agungkannya itu.
“Sebentar lagi akan kalian lihat dengan
mata kepala sendiri betapa aku memang pantas menjadi kaisar kalian. Penemuanku
yang sangat hebat dan ditakuti berbagai kalangan di kawasan ini yang kalian
tidak akan mampu mengalahkannya sedikit pun: Tiga Serangkai!” Pamernya lagi
dengan tepuk tangan kemenangan.
Pada saat yang sama sang tiga serangkai
mendemonstrasikan beberapa adegan saling menyerang dan menerkam dan membela
diri dengan sangat terlatih. Pada demo tersebut dibawanya seorang budak dari
sebuah tempat kerja paksa mereka dan dibantainya dalam sekejap mata, tanpa
ampun, belas kasihan, dalam sekejap mata, dan teknik yang sangat asing dalam
pandangan mata siapa pun. Kembali tepuk tangan dan keriuhan cecunguk raja menggema di ruang jumpa
pers ini. Seorang wartawan dari luar negeri terlihat bergidik tubuhnya
menyaksikan kekejaman aksi tiga serangkai tersebut. Dengan tewasnya seorang
budak yang menjadi eksperimen mereka, berakhir demonstrasi tiga serangkai.
“Kini saatnya, puncak dari segala
kekuatan dan kedigdayaanku, yaitu akan kupertontonkan kepada kalian
penghancuran sebuah kota besar di wilayah taklukanku, Kerajaan Gromlan Kotche. Kota besar tersebut akan kuhancurkan dalam
satu kerjap mataku dengan menjentikkan dua jemariku ini. Perhatikan
kehebatanku! Karena aku, Kaisar Penjuru Alam!!!” Papar sang raja dengan segala kebanggaannya
dan kesombongan yang tiada tara kembali menunjukkan kebolehannya.
Tatkala semua mata memandang ke arahnya
tanpa berkedip ingin mengetahui secara langsung demonstrasi yang terbilang
sangat langka, apalagi dilakukan oleh seorang raja ini, ia tak menyia-nyiakan
kesempatan untuk memamerkannya di mata seluruh dunia. Ketika dua jemari itu
dijentikkan dengan secepat kilat yang terlihat dalam tayangan lamban, monitor
raksasa yang telah disediakan menampilkan peledakan dan penghancuran sebuah
kota besar yang dijanjikan tadi. Terlihat di layar penduduk kota besar tersebut
telah diungsikan terlebih dahulu sehingga tidak ada korban yang ikut
dibinasakan.
Efek pengrusakan dan pembumihangusannya
begitu sangat cepat dan dahsyat. Kota besar yang sengaja telah dibangun kembali
sebelumnya itu kini telah luluh-lantak rata dengan permukaan tak ada sisa sesutau
apa pun, hancur!
Kemudian tepuk tangan dan sorak-sorai
dari para pengikutnya kembali bergema meneriakkan dan mengelu-elukan raja
mereka.
“Hidup Raja Diraja Ansiabia Kejnat!!!”
“Hidup Kaisar Penjuru Alam!!!”
Usailah jumpa pers tanpa ada yang berani
bertanya, mengkritik atau memperotes, karena para pewarta pun telah diancam
sebelumnya bila ada yang berani berbuat berani kurang ajar seperti itu, maka
akan segera tamat saat itu juga. Para pengawal istana telah bersiap-siap dan
berjaga-jaga di setiap sudut ruangan besar itu sembari mengamati proses
pengambilan gambar dan suara sang raja. Para tamu undangan dipersilakan menuju
ruang pesta-pora di sebelahnya dan di sana telah disediakan berbagai olahan dan
sajian kenikmatan seluruh indera yang dapat dihidangkan dan disajikan. Sebelum
mereka tiba di ruang itu, raja telah mengambil posisi dengan dikelilingi
beberapa wanita pilihan nan tercantik paling rupawan dari berbagai ras kerajaan
yang menjadi pesanannya.
Di setiap kabin yang sengaja dirancang
tembus pandang tersedia berbagai jenis makanan dan minuman, mulai dari yang
paling ringan hingga berkadar memabukkan tingkat tinggi. Sajian musik pun
mengalun silih-berganti sesuai panorama kabin, mulai dari yang melankolis
hingga yang hingar-bingar. Hiasan ornamental kerajaan berjajar pada tiang-tiang
menjulang tinggi melambai. Pada dinding-dinding raksasa terpampang foto-foto
berukuran sangat besar wajah raja-raja mulai raja pertama hingga Raja Ansiabia
Kejnat. Pada suatu dinding, foto-foto sang raja ini terpampang berbagai ukuran,
pose dan gaya ditambah beberapa lukisan diri bersanding dengan beberapa wanita
tercantik. Bahkan sang raja tidak merasa risih atau malu, berbagai foto yang
sangat pribadi pun dipasang dengan penuh kebanggaannya: foto telanjang dengan
seorang atau beberapa wanita, penyiksaan dan adegan seks dan brutalisme. Tidak
ketinggalan video mesum dirinya dengan keluarga istana pun ditayangkan dalam
suatu ruangan kabin. Sebuah contoh kelaliman yang telah melampaui batas di
sebuah zaman ini.
“Sekarang……! Habiskan apa yang bisa
kalian santap. Tuntaskan apa yang bisa kalian nikmati. Kuhadiahkan kehidupan
ini semua untuk kalian!” Teriak raja sambil memegang cawan minuman memabukkan dan
menggandeng dan memeluk para wanitanya, lalu tertawa lepas terbahak-bahak.
Gemuruh suara teriakan dan sorakan
kegembiraan para hadirin yang ada di sana menggema seisi ruangan seolah-olah
ingin mendobrak dinding tebal yang tembus pandang di sana-sini. Hingar-bingar
mereka mewujudkan pribadi yang telah dibutakan dengan kenikmatan yang tersaji
di depan mata dengan sebuah pesta-pora sepanjang hari yang digelar raja.
“Hidup Kaisar! Hidup Kaisar!! Hidup
Kaisar Penjuru Alam!!!
Suara balasan para hadirin tidak mau
kalah hebat dengan kesedapan dan kemerduan fatamorgana yang mereka sedang
hadapi.
Hilir-mudik kian kemari, joget, tarian
dan dansa, bernyanyi, bercumbu hingga bermain seks dengan bebas dan terbukanya
di berbagai kabin merupakan pemandangan yang sudah menjadi tradisi mereka dalam
merayakan setiap kemenangan atau acara-acara kerajaan. Apalagi ini adalah
sebuah acara kemenangan tertinggi di dalam sejarah kerajaan selama berabad-abad
yang sangat diidam-idamkan seorang raja dari keturunan Kerajaan Tucapenbath. Raja
Ansiabia Kejnat telah berhasil membukukan sejarah kemenangan terbesar selama
ini. Jika merujuk kembali kepada catatan wilayah kerajaan itu saat ini, luasnya
telah hampir mencapai sepertiga kawasan. Maka, luapan kemenangan itu harus
terekspresikan dengan kepuasan seluruh penghuni istana. Bagi sesepuh kerajaan,
ini terbilang bagaikan sebuah mahakarya tersendiri yang patut dirayakan
sebesar-besarnya.
Sementara itu di ruang penjara-penjara
istana, penahanan besar-besaran para tokoh raja beserta tokoh-tokoh paling
penting kerajaannya dari berbagai kerajaan tertata sangat rapi bak sebuah
kandang raksasa di sebuah kebun binatang di tengah perkotaan modern. Kehidupan
dan kematian mereka menjadi tontonan dan hiburan keluarga istana. Para penjaga
yang berjaga-jaga di setiap pintu besar dan petugas pelayananan menunggu tugas
masing-masing secara bergiliran di ruang kerja mereka. Gambaran ini mirip
sebuah rumah sakit besar di sebuah perkotaan; para tawanan adalah pesakitan
yang dirawat di satu kabin besar dan para petugas pelayanan istana adalah yang
menjadi dokter atau susternya.
Kabin-kabin raksasa ini di samping
dijaga dan dikawal sangat ketat, juga diberikan kode pengaksesan tertentu bila
akan memasuki secara langsung ke dalam ruang kabin penahanan. Namun yang paling
sering, siapa pun petugas tinggi di sana tidak ada yang sembarang memiliki
akses masuk ke dalam kabin-kabin penahanan. Hanya petugas tertentu yang telah
disumpah-setia hidup-mati mereka demi mengemban tugas yang sangat beresiko
sangat tinggi ini dan itu menjadi sebuah kehormatan tertinggi bagi mreka dari
kerajaan. Sehingga wajar hingga saat ini kabin-kabin penahanan masih tetap
terjaga dan tidak ada satu kasus pun tentang pelarian tahanan baik itu karena
kelalaian atau penyuapan. Sistematika kabin-kabin pun dibuat sama dan tidak ada
yang dibeda-bedakan, apakah sebuah kabin berisi tokoh raja-raja besar atau
raja-raja kecil. Perundangan-undangan telah diatur sama pada prosesi keadilan
dan peradilan mereka. Bahkan seluruh kabin berturut-turut dalam satu pekan
penaklukan berukuran dan fasilitas yang sama mulai dari Kerajaan Solmeah Raya, Kerajaan Owprahkorcha, Kerajaan Zolamandara,
Kerajaan Cakrimarangi atau Kerajaan
Gromlan Kotche dan Kerajaan
Gemrilozie yang sangat luas dan terkenal sekali pun bernasib sama di mata
keadilan dan peradilan mereka. Karena bagaimana pun mereka beranggapan bahwa di
mata hukum setiap individu itu sama, tidak ada seorang pejabat istana yang
mendapat fasilitas kabin yang lebih baik dari seorang pesuruh sekali pun. Jika
kabin seorang pesuruh tidak dilengkapi pesawat televisi, maka seorang pejabat
tinggi sekali pun tidak akan dilengkapi kabinnya dengan pesawat televisi
sebagai tahanan istana. Kedisiplinan para petugas lapas kerajaan tidak hanya
termotivasi rasa takut dalam menjalankan tugasnya, tapi juga kewajiban abdi
istana yang menjadi kewajibannya. Sering permintaan suatu kerajaan yang
menyalahi tatatertib yang berlaku agar diberikan sedikit keringanan atau
kemudahan hanya sekedar untuk merokok atau dapat menonton televisi atau pertandingan
olahraga tertentu dengan iming-iming atau janji-janji emas atau harta kekayaan
lain, tak akan ada yang berani petugas rendah atau tertinggi mana pun
membolehkannya. Bagi para petugas istana ini, pengabdian berada di atas
segala-galanya, karena posisi atau jabatan yang mereka emban adalah kewajiban
yang tak patut untuk diselewengkan, sekecil apa pun. Hal itu terjadi dan
terealisasi dengan jelas baik dalam kehidupan teoritis dan praktis di kerajaan
ini. Mereka tidak merasa iri atau dengki dengan sebagian dari mereka yang ikut
berpesta-pora di ruang besar berkabin-kabin itu. Yang mereka taati dan patuhi
adalah pengembanan tugas dan kewajiban demi kerajaan terlebih dahulu. Meskipun
mereka belum pernah sekali pun diundang raja atau petinggi kerajaan pada
acara-acara kenikmatan seperti itu, namun mereka terus menjalanakan tugas dan
kewajiban tanpa pilih bulu dan bosan. Mereka tidak mau mengindahkan dan
mengingat kesenangan dan kenikmatan hidup yang kini dialami dan dirasakan para
petugas di ruang berkabin-kabin itu. Inilah salah satu kunci sukses mereka
berabad-abad lamanya dalam mempertahankan tradisi kelembagaan kabin penahanan
hingga detik ini.
Hingar-bingar di ruang besar berkabin-kabin
masih terus dan bahkan bertambah semarak dengan sajian segala kenikmatan hidup
yang silih-berganti seolah-olah mereka tidak akan menjalani hidup kembali esok
hari. Tubuh mereka seolah-olah tidak merasa lelah atau letih, meskipun mesti berlama-lama
duduk, berdiri, berjongkok, berbaring, tengkurap, telentang dan berbagai posisi
sesuka hati mereka. Mereka tidak mau mengindahkan dan mengingat lagi kepedihan
dan kesengsaraan hidup yang dialami dan dirasakan para tahanan di kabin-kabin
penahanan mereka.Prolog | Daftar Isi | Fatsal 1 | Fatsal 2 | Fatsal 3 | Fatsal 4 | Fatsal 5 | Fatsal 6 |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Fatsal 7 | Fatsal 8 | Fatsal 9 | Fatsal 10 | Fatsal 11 | Fatsal 12 | Fatsal 13 | Fatsal 14 |
Fatsal 15 | Fatsal 16 | Fatsal 17 | Fatsal 18 | Fatsal 19 | Fatsal 20 | Fatsal 21 | Fatsal 22 |
Fatsal 23 |
0 komentar :
Posting Komentar