Fatsal 10 Tiga Serangkai
Di dalam sebuah rapat sidang rahasia di Kerajaan Tucapenbath dipimpin oleh Raja Ansibia Kejnat sebuah topik sangat
penting sedang dibahas dengan sangat serius. Sidang sangat tertutup ini dihadiri
orang-orang kepercayaan raja, seperti Jenderal
Tansulbahsa seorang komandan tertinggi pasukan perang elit istana kerajaan
yang sangat dikenal bengis dan kejam memiliki banyak keahlian dalam peperangan.
Letnan Drago seorang asisten jenderal
yang bersifat sama dengan atasannya plus tak mengenal perikemanusiaan dalam
menjalankan segala tugasnya, didampingi dua orang tentara rekannya, yaitu Letnan Bondi dan Letnan Droka pun tidak hanya memiliki
wajah yang brutal tapi juga bersifat hewani sejati. Sang jenderal duduk di
sebelah kiri raja diikuti dua orang anak buahnya. Sementara tiga orang yang
berperawakan sangat kekar duduk berjajar di sebelah kanan raja. Tiga orang ini
masih cukup asing bagi di mata sang jenderal dan ini kali pertama ia
melihatnya. Menurut cerita raja mereka, itu merupakan hasil penciptaan terakhir
kerajaan yang akan membantu penyerbuan dan peperangan yang akan mereka lakukan
untuk menaklukkan kerajaan tetangga berikutnya.
“Baiklah. Kalian telah hadir semua di
sini. Aku akan langsung menyampaikan berita yang sangat penting kepada kalian
berkenaan rencana kita untuk menaklukkan Kerajaan Gemrilozie,” Raja Ansiabia
Kejnat membuka sidang dengan suara cukup jelas di telinga yang hadir di sana.
“Sebelum aku mendengar tentang
perencanaan menyangkut teknik, taktik dan strategi penyerangan yang akan kalian
sampaikan kepadaku, dan memastikan serta menetapkan saat yang tepat
melakukannya, aku ingin memperkenalkan kepada kalian anggota baru dalam barisan
inti pasukan elit kita,” lanjut raja memperkenalkan ‘orang baru’ tersebut.
“Mereka telah dirancang dengan beberapa
keunggulan teknologi baru dan mutakhir di dalam tubuhnya. Penyerangan,
pengendalian dan pertahanan hidup mereka menggunakan sistem komputasi, sehingga
sebagian besar tubuh mereka didominasi unsur-unsur robotik dengan tingkat
kecerdasan manusia seperti kita,” papar lagi raja dengan penuh kebanggaan dan
kesombongan.
Kemudian raja menampilkan berbagai jenis
kelebihan mereka satu-persatu pada layar di dinding ruang sidang yang telah
dipersiapkan. Keahlian mereka sangat beragam mulai dari pola sederhana dalam
menjalani kehidupan layaknya seperti manusia hingga berbagai teknik menyerang
manusia bersenjata dan teknik mempertahankan diri dalam kondisi kritis. Sang
raja pun menjelaskan bahwa mereka dapat hidup dalam berbagai tempat, seperti di
air mirip kehidupan seekor ikan, di udara layaknya seekor burung dan di bawah
tanah menyerupai hewan melata. Hampir tak ada celah kelemahan dan mengarah
kepada rekayasa penciptaan yang begitu sempurna.
“Yang tidak kalah penting dari berbagai
keunggulan utama aku telah sebutkan mereka merupakan sebuah tiga serangkai.
Tiga tubuh itu mampu menyatukan diri seperti ini,” sebut raja sambil
membusungkan dada dan menampilkan tayangan bagaimana tiga serangkai menyatukan
diri dan memisahkan diri kembali dengan berbagai formasi.
Kemudian raja bertepuk tangan, dan
mengajak mereka mengangkat minuman untuk bersulang.
Sang jenderal pun ikut bertepuk tangan
sangat gembira seperti seorang anak kecil mendapat sebuah hadiah dari bapaknya
mendengar cerita raja mereka, lalu diikuti tepukan tangan kedua asistennya dan
bersulang bersama-sama pula. Sementara ketiga orang yang sedang diceritakan
duduk mematung menampilkan keangkeran wajah yang sangat luar biasa yang membuat
ciut nyali siapa pun yang melihat.
Kemudian, sang raja dengan lengkap
menampilkan tayangan tentang semua kelebihan dan keahlian yang mereka miliki.
“Begitulah Jenderal Tansulbahsa dan para
letnanku, tiga serangkai ini,” lanjutnya lagi. “akan masuk dan lebih memperkuat
barisan kekuatan angkatan perang kerajaan kita,” tutup sang raja dalam
memperkenalkan hasil penciptaan para tenaga ahli kerajaannya.
Mereka
kembali bertepuk tangan dengan sangat meriah dan dilanjutkan dengan bersulang
beberapa kali. Lalu raja memberi tanda kepada si tiga serangkai untuk
memperagakan langsung di hadapan mereka. Mereka langsung bangkit dan mengambil
posisi di salah satu ruang yang lebih luas dan mulai memperagakan segala
kemampuannya satu-persatu secara bersamaan. Sesekali mereka yang hadir di sana
bertepuk tangan dengan riuhnya dan dilanjutkan dengan menenggak beberapa
minuman yang terus dituangkan oleh para dayang-dayang sangat cantik, molek dan
menawan yang sedari awal telah berdiri mengambil posisi agak menjauh. Sesekali
mereka mengembangkan senyum nakal mereka dan mengedipkan atau mengerlingkan
mata baik kepada jenderal maupun kedua asistennya. Terlihat mereka yang sedang
duduk mulai terkena efek memabukkan dari minuman yang mereka teguk
terus-menerus, namun mereka tetap memiliki kekuatan konsentrasi yang sangat luar
biasa. Terkadang terdengar mereka tertawa kegirangan sambil sesekali bertepuk
tangan menandakan luapan kegembiraan ketika menyaksikan tiga serangkai
menampilkan sebagian besar adegan yang sangat berbahaya di hadapan mereka. Ketiganya
seolah-olah tidak mengenal lelah dan letih terus mempertontonkan kebolehan
hasil ciptaan para tenaga ahli tuannya. Tingkah ketiga serangkai itu
menampilkan berbagai keahlian menyerang dan mempertahankan diri sebagai manusia
dan terkadang seperti kebuasan binatang liar yang bengis dan kejam dalam
memangsa korban-korbannya. Mereka saling menyerang, menggigit, mencakar,
merobek hingga memakannya. Di lain waktu mereka terlihat bergandeng dan
berpegangan akrab seperti layaknya teman atau saudara karib di antara mereka
sebelum mereka menyatu manunggal. Sebuah pertunjukan yang sangat memukau dan
berhasil memeberikan kepuasan yang sangat dalam di hati para penontonnya. Sang
raja berkali-kali tersenyum dan tertawa lepas menunjukkan kesenangan dan
kegembiraan sambil membelai dan memeluk para dayang-dayang yang diminta
mendekati dan melayaninya. Bahkan tidak ketinggalan sang jenderal dan para
asistennya pun ikut menikmati segala fasilitas nafsu dan birahi yang lengkap
tersedia di sana. Mereka kini sudah benar-benar seperti tingkah laku binatang
dan melupakan kodratnya sebagai manusia dan makhluk ciptaan Tuhan. Mereka telah
benar-benar dibuat mabuk dengan keberhasilan dan prestasi kerja dan cipta yang
mereka buat dan sungguh-sungguh melupakan campur-tangan Tuhan Semesta Alam,
Sang Pencipta.
Bagi mereka kecerdasan dengan daya
ciptanya, kedigdayaan dengan level
posisinya, dan kesenangan hidup dengan segala kemudahan dan kemewahannya
merupakan terminal akhir dalam kehidupan. Bahkan mereka tidak lagi mengenal
akan datang kehidupan lain nan kekal di hari akhir, mungkin mereka tidak
mengenal dan mengetahui, sudah melupakan atau tidak memperdulikannya lagi. Bagi
sang raja dan para pengikutnya menikmati kemewahan dan kesenangan yang tersedia
merupakan tujuan akhir pencapaian hidup yang mutlak di alam ini sehingga tidak
perduli lagi bagaimana cara dan proses mendapatkannya. Siapa saja yang berani
menghalangi, melawan, mengkritik dan memprotes, maka jangan dipertanyakan lagi
hasilnya, sang raja akan memerintahkan pasukan yang diperlukan untuk membantai
dan memusnahkan tanpa alang-kepalang. Kemajuan dan modernitas kehidupan hanya
milik kehidupan itu sendiri. Mereka tak mengenal batas arti dan makna kebaikan
dan keburukan. Bagi mereka itu hanya seperti mengenal hitam dan putih yang
dapat diganti warna kapan pun mereka
menyukai dan membutuhkannya. Istilah moral, harkat dan martabat merupakan
simbol yang hanya ada dan tertulis atau boleh diketahui, tapi bukan sebagai
aplikasi nyata kehidupan. Kepatuhan absolut kepada titah raja bak menjadi
ketaatan hamba kepada Tuhannya. Sang raja menentukan siapa yang boleh hidup dan
siapa yang harus mati di mana dan kapan. Hal itu menjadi kitab pegangan di
seluruh penjuru negeri dan sekaligus perundang-undangan tertinggi, sehingga
meskipun ada penambahan, pengurangan atau perubahan apa pun itu pasti berasal
dari sang raja. Sebuah sisi kehidupan punggawa kerajaan yang benar-benar nyata
dijalani dewasa ini di Kerajaan Tucapenbath yang sedang berada di puncak
kejayaan di kawasan itu. Apakah mereka lupa siapa, dari mana dan akan ke mana
mereka hidup?
Di tengah asyik-maksyuk menikmati berbagai sajian kenikmatan di ruang sidang
itu, sang raja menepukkan tangannya satu kali. Tiga serangkai langsung serentak
menghentikan aksi liar mereka, sang jenderal dan para asistenya pun mengambil
posisi khidmat kembali, dan para dayang-dayang nan cantik, molek dan menawan berlenggak-lenggok
ke tempat mereka semula.
“Baik!” Ucapnya lantang berwibawa
memecah keheningan sejenak.
“Kurasa kita sudah mengetahui peta
kekuatan angkatan perang kerajaan ini,” dengan nanar matanya menyala
menunjukkan betapa digdaya sang raja di hadapan kehebatan para hambanya itu,
dan ia melanjutkan kata-katanya lagi.
“Sebelum sesaat kita lanjutkan lagi
pesta yang sementara kutunda ini……. Aku ingin mendengar segala persiapan yang
telah kau buat dan rencanakan bagi penyerbuan dan peperangan itu, Jenderal! Aku
berikan kesempatan kalian bertiga untuk menyatukan kekuatan dengan ketiga mitra
kalian, si tiga serangkai tersebut. Bila ada segala sesuatu, bicarakan dan
bahas hingga tuntas secepatnya hari ini. Karena aku sudah tidak sabar ingin
kita melanjutkan pesta kita, dan esok………….di awal hari kalian sudah berangkat
ke medan peperangan. Dan camkan!! Buatku tidak mengenal kata kekalahan! Hanya
kabarkan aku, sebuah kemenangan!”
“Paduka Raja Diraja Yang Mulia Ansiabia
Kejnat, titah suci siap hamba laksanakan, Paduka Yang Agung sesembahan rakyat
Kerajaan Tucapenbath yang masyhur,” dengan penuh kesopanan dan penghormatan
Jenderal Tansulbahsa menerima titah raja itu.
Lalu raja itu beranjak dari meja sidang
dan menempati singgasananya yang begitu permai tidak jauh dari meja sidang yang
ia duduki tadi. Ia ingin memberikan ruang dan waktu kepada mereka berenam
membicarakan dan membahas perencanaan penyerbuan dan peperangan. Kini mereka,
yaitu pihak sang jenderal dan pihak tiga serangkai mulai terlihat akrab, dan
sudah mulai sangat sibuk di meja sidang itu. Sesekali mereka saling bertanya
dan menjawab yang diakhiri dengan membagi tugas masing-masing. Rupanya sang
jenderal memang sudah sangat piawai baik dalam medan perang maupun di meja
sidang memimpin rapat. Bahkan, sesekali ia menengahi perdebatan yang cukup
panjang dan memanas bila terjadi perbedaan pendapat antar mereka. Keahlian
inilah salah satu yang menjadi kebanggaan Raja Ansibia Kejnat terhadap Jenderal
Tansulbahsa di samping keahlian dan kepiawaiannya dalam menerapkan teknologi,
teknik, metode dan strategi yang jitu dalam penyerbuan-penyerbuan dan
peperangan yang selalu membawa banyak kemenangan bagi sang raja. Baginya ia
merupakan sang pahlawan kerajaan dan seorang abdi setia istana nomor satu
selama ini. Bahkan pernah juga terlintas ia berkehendak menjodohkannya dengan
salah seorang puteri dari puluhan yang ada untuk dijadikan isteri sang jenderal
untuk melepas masa lajangnya. Namun niat itu selalu diurungkannya karena
tugas-tugas penyerbuan dan peperangan yang ia titahkan dan tuntut kepadanya.
Begitulah setelah sidang menemukan konklusi dengan segala perencanaan yang
mereka sepakati bersama dan melaporkan hasilnya saat itu juga, sang raja meminta
mereka melanjutkan pesta-pora yang sempat tertunda sebelumnya. Kembali suasana
ruang sidang berubah bak kehidupan di dalam hutan yang tidak mengenal batas
etika dan moral, manusia dan binatang, baik dan buruk serta hitam dan putih.
Bagi mereka melanjutkan pesta kenikmatan sementara ini merupakan perwujudan
kehidupan mutlak yang hakiki. Mereka nampak kelelahan setelah memuaskan diri
masing-masing dengan segala ketersediaan yang ada di sana sebelum menuju medan
peperangan sehingga mereka tertidur pulas di seluruh ruang sidang. Buat mereka
ketidak-teraturan yang mereka ciptakan ini adalah keteraturan itu sendiri,
hingga saatnya nanti Sang Pemilik keteraturan dan ketidak-teraturan datang
menagih dan mengambilnya kembali.
0 komentar :
Posting Komentar